Opini  

Krisis Identitas pada Generasi Berakhir Bunuh Diri

Oleh: Sahawia Firdaus, S.Pd
Alumni Unkhair Ternate

_____________________

TERCATAT beberapa kasus bunuh diri terjadi di pekan ini di Kota Ternate. Mulai dari tukang ojek yang berusia 35 tahun menggantung diri di gudang karena diduga masalah mental, dan seorang mahasiswi berusia 18 tahun yang mengakhiri hidupnya karena terlibat pertengkaran dengan pacarnya. Bunuh diri seolah menjadi solusi praktis jangka pendek di kalangan pemuda untuk mengakhiri hidup dan lari dari masalah. Apa sebab yang menjadi kecenderungan generasi terutama kalangan pemuda suka menyakiti diri dan berakhir bunuh diri?

Krisis Identitas 

Pemuda sangat mendominasi secara jumlah berdasarkan data Susenas 2024, diperkirakan terdapat sekitar 64,22 juta atau seperlima penduduk Indonesia diisi pemuda. Ironisnya, potensi jumlah yang besar menyimpan setumpuk permasalahan yang mengguncang jiwa para pemuda sehingga terjadi krisis identitas.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI (Bareskrim Polri), angka bunuh diri ini terus meningkat setiap tahun. Sepanjang Januari-Oktober 2024, angka bunuh diri telah menyentuh angka 1.023 kasus. Dan banyak diantaranya adalah para pemuda. Hal ini sangat di sayangkan. Sebab, generasi ini gagal dalam menyelesaikan permasalahan pribadi dan memilih mengakhiri hidup. Padahal mereka adalah generasi muda calon penerus bangsa yang akan menyelesaikan permasalahan umat dalam negeri ini.

Hal ini seolah menunjukkan potret buram di bawah asuhan sistem Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan dan kehidupan Liberalisme yang menawarkan kebebasan di kalangan pemuda. Akhirnya mereka hanya menuhankan akal dalam setiap pengaturan hidupnya dan mengabaikan pengaturan syariat.

Islam dan Kebangkitan Pemuda

Kebebasan yang ditawarkan liberalisme pada pemuda membuat jurang yang sangat lebar antara pemuda dan umat. Mereka menghilangkan peran agama dalam setiap aktivitas sehingga seperti membangun kepribadian yang sangat rapuh. Jiwa yang tangguh dan kokoh yang seharunya dimiliki pemuda saat ini ternyata serapuh itu. Padahal jika berkaca di masa peradaban Islam, kita akan menemukan jiwa-jiwa para pemuda yang sangat kokoh dan tangguh. Kegalauan pemuda pada masa peradaban Islam tidak bisa dibandingkan dengan kegalauan pemuda saat ini. Kegalauan pemuda pada masa peradaban Islam seputar hal-hal yang besar seperti penaklukan Kota Al-quds dan penaklukan Konstantinopel serta penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Hal ini disebabkan para pemuda dibentuk mentalitasnya dalam menghadapi tantangan, penderitaan dan kesulitan hidup.

Pembentukan mentalitas di kalangan para pemuda dalam peradaban Islam sangat melibatkan kerja kolektif para ulama, dai’ dan aktivis perubahan dalam sebuah gerakan perubahan politik dan pembinaan umat. Dan sejarah menjadi saksi kolaborasi pemuda dengan Islam adalah kolaborasi yang sangat luar biasa dalam membangun peradaban. Sebab, potensi yang besar yang dimiliki oleh pemuda sangat diarahkan dalam perbaikan keumatan. Tapi saat ini pemuda sangat rapuh dalam sistem sekularisme.

Sejak penerapan sistem sekularisme dan kebebasan dari liberalisme sangat berpengaruh dalam merapuhkan ketangguhan dan ketangkasan pemuda hari ini. Mereka hanya berpikir pendek untuk mengakhiri hidup ketika dihadapkan dengan suatu masalah. Mindset yang dibangun sangat rapuh sehingga tidak mampu berpikir menghadapi situasi sesulit apapun pasti ada kemudahan. Sehingga generasi harus dibimbing dan dibina dengan Islam agar bisa membaca semuanya dengan kerangka akhirat. Peran keluarga, masyarakat dan negara untuk memberikan pembinaan secara komunal agar suasana iman lebih terasa dalam kehidupan masyarakat. Negara memiliki peran dalam membangun sistem pergaulan berlandaskan Islam.

Dengan demikian, penerapan Islam secara menyeluruh generasi akan terselamatkan dari Sekularisme dan Liberalisme di setiap sendi kehidupannya. (*)