Opini  

Kabur Aja Dulu, Solutifkah?

Raihun Anhar.

Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Mahasiswi Pascasarjana UIKA, Bogor

______________________________

#kaburajadulu sempat trending di X beberapa waktu lalu. Menurut para pengguna X, tagar tersebut selalu muncul pada saat pembukaan beasiswa LPDP. Namun, sedikit beda dengan tahun ini adalah bertepatan dengan kebijakan pemerintah terkait efisien anggaran di beberapa kementerian. Sehingga yang awalnya soal keinginan belajar di luar negeri berubah menjadi keinginan tinggal dan bekerja di luar negeri. Jepang dan Australia menjadi pilihan karena melihat upah yang fantastik dibanding Indonesia.

Dari hastag tersebut muncullah fenomena brain drain, para pekerja profesional seperti dokter, dosen, dan tenaga profesional lain ingin kerja ke luar negeri dengan harapan dapat kesejahteraan. Tagar ini bisa diartikan sebagai protes rakyat pada penguasa. Namun, Respons para pejabat di X juga terkesan tidak peduli. Misal Mahfud MD mengatakan #kaburajadulu muncul karena tidak aman, nyaman, juga tidak terjamin HAM di negeri sendiri. Namun, ia berkata ia sendiri masih merasa aman dan nyaman. Apa karena ia pejabat negara, sehingga tidak merasakan apa yang dirasakan rakyat yang terzalimi?

Kezaliman penguasa tampak pada setiap kebijakan yang buat. Misal PPN naik dari 11 menjadi 12%, LPG 3 kg langka hingga menewaskan seorang ibu, dan efisiensi anggaran untuk mewujudkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tengah utang negara yang tinggi. Utang LN Indonesia mencapai 424,8 miliar dollar AS. Efisiensi anggaran yang memangkas beberapa dana dari kementerian menghasilkan PHK. Hingga viral penyiar RRI yang menangis mengeluh kepada Presiden perihal anak dapat MBG, tetapi orang tua di-PHK. Siswa-siswi di Papua juga menolak MBG karena sejatinya yang mereka butuhkan bukan MBG, tetapi kualitas pendidikan yang baik.

Kabur ke negara lain bukanlah cara menghadapi masalah di negeri ini. Mengapa? Karena tidak dapat dijamin setiap WNI yang pindah mendapat pekerjaan di sana. Mau melarikan diri ke sana akan bertemu dengan penguasa yang zalim juga. Dikarenakan sama-sama menerapkan aturan selain aturan Allah. Hidup tanpa syariat Allah (zalim) senantiasa menghasilkan kesenjangan. Contoh Jepang sebagai negara maju tetapi mendapat rekor muri memilukan yakni bunuh diri tertinggi dalam sejarah pada tahun 2022. Mereka mudah putus asa karena tak mengenal Sang Pencipta. Para siswa-siswi mengalami stres karena khawatir dengan karier dan ujian masuk universitas. Pada tahun 2022, tercatat 512 kasus siswa bunuh diri. Hal ini merupakan kasus tertinggi dalam sejarah. detikJateng.com (03/03/2023). Selain siswa, para pekerja juga sering bunuh diri akibat stres dengan tekanan kerja. Jepang memiliki budaya Karoshi atau kematian akibat kerja berlebihan. Pada 2023, hampir 2,9 ribu orang di Jepang bunuh diri karena masalah yang berkaitan dengan situasi kerja mereka. detikhealth.com (5/9/2024)

Berdasarkan jurnal kesehatan (2024), Austria bahkan terdapat tempat favorit untuk bunuh diri yakni di jembatan dan tebing sebesar 82,2% dari 10.701 kematian akibat bunuh diri. Di Austria banyak yang bunuh diri dari kalangan lansia.

Maka dari itu, kabur ke luar negeri tidak bisa dijadikan sebagai solusi. Lalu apa yang harus dilakukan? Hadapi kezaliman dengan semampumu. Ingatlah nasihat Nabi Muhammad SAW, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahuanhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman”. [HR. Muslim, no. 49]

Dengan demikian, saat kebijakan negara zalim, maka hadapi dengan menyerukan penguasa kepada yang makruf, karena kita tidak memiliki kekuasaan (tangan), sehingga mereka mau menggunakan aturan Allah untuk mengatur kehidupan bernegara. Sebagaimana yang dilakukan oleh Mus’ab bin Umair ketika mendakwahkan para pemimpin Yastrib. Ia menyeru untuk menyembah Allah dan hidup dengan syariat Islam. Kemudian para pemimpin Aus dan Khazraj seperti Usaid bin Hudhair, Sa’d bin Ubadah, dan Sa’ad bin Mu’adz menerima Islam dan bersedia memberikan kekuasaan itu pada Rasulullah SAW sehingga Rasul hijrah dari Mekkah ke Yastrib (Madinah).

Jadilah seperti Mus’ab bin Umair yang rela meninggalkan kekayaannya karena Islam. Ia berjuang melawan kezaliman dengan mendakwahkan para penguasa Yastrib. Dari perjuangannya bisa mewujudkan sebuah negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (negeri yang baik dan diampuni Tuhan) yaitu Madinah al Munawwarah. Dari sanalah, Islam bisa tersebar hingga ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kemudian membentuk sebuah peradaban yang tak tertandingi. Hidup sejahtera, aman, dan nyaman dirasakan oleh setiap manusia yang berada dalam negara (Khilafah). Sehingga terwujudlah kehidupan yang rahmatan lil alamin. Sesuai dengan tujuan diutusnya Rasulullah SAW menjadi rahmat untuk seluruh umat manusia (alam) bukan hanya muslim. Allah SWT berfirman:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ۝١٠٧

Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al Anbiya ayat 107)

Dalam khilafah, setiap para pekerja diperhatikan dengan baik oleh negara. Mereka mendapat jaminan perlindungan oleh negara. Misalnya di masa Khalifah Umar bin Khattab, pernah seorang saudagar kaya raya mempekerjakan dua pemuda, namun ia tidak memberi makan. Kemudian keduanya memotong hewan ternaknya karena lapar. Dilaporkan kepada Khalifah perihal itu. Lalu respons Khalifah di saat tahu sang majikan tidak memberi makan pekerjanya, ia memberi hukuman pada sang majikan dengan bayar denda dan menjamin makan minum pekerjanya selama jam kerja. Luar biasa bukan?

Selain itu, Khalifah Umar di saat rakyatnya kesusahan ia tidak mengabaikan mereka. Misalnya pada masa paceklik, rakyatnya mengalami kelaparan yang dahsyat. Penduduk Madinah masih memiliki persediaan makanan, tetapi para pengungsi dari luar tidak sehingga minta tolong ke Madinah. Umar bersumpah tidak akan makan samin atau daging sampai kondisi membaik. Bahkan ada yang menawarkan susu dan samin, Umar menolak dengan berkata: “Saya tidak suka makan berlebihan, bagaimana saya dapat memperhatikan keadaan rakyat saya jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan”. Ia hanya makan zaitun dan lebih sering menahan lapar hingga kulitnya hitam. Kemudian dengan rahmat Allah, hujan pun turun sehingga mereka bisa kembali hidup seperti sedia kala.

Beginilah pemimpin yang diharapkan manusia, termasuk rakyat Indonesia. Namun tidak akan pernah ditemukan sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab dalam demokrasi melainkan Islam. Hanya Islam yang mampu memberikan kehidupan aman, damai, dan sejahtera. Dengan Islam, tidak perlu kabur ke luar negeri untuk mencari kesejahteraan karena ada dalam negara sendiri yang dijamin sama Sang Pencipta, Allah SWT. Wallahu alam bii sawwab. (*)

Exit mobile version