Opini  

Makan Bergizi Gratis: Masalah Baru Bagi Pendidikan

Oleh: Sukardi Limatahu
Mahasiwa Pascasarjana IAIN Ternate

________________________

PENDIDIKAN, lebih dari sekadar proses transfer pengetahuan, adalah fondasi peradaban, kunci kemajuan, dan jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan memiliki peran vital dalam pemberdayaan individu. Selain memberikan individu pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk membuat keputusan yang tepat, mengelola kehidupan mereka secara mandiri, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Pendidikan juga membuka pintu bagi mobilitas sosial, memberikan kesempatan kepada individu dari latar belakang yang kurang beruntung untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi mereka. Pendidikan adalah alat yang ampuh untuk mengatasi ketidaksetaraan dan menciptakan masyarakat yang lebih adil.

Begitu urgennya pendidikan bagi masyarakat dalam suatu negara, mengharuskan pemerintah untuk terus produktif dan proaktif dalam menyediakan sarana serta sistem yang memadai bagi kemajuan pendidikan dalam negara tersebut.

Di Indonesia, pendidikan memegang peran krusial dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, dan berkarakter. Namun, potret pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari ideal. Meskipun telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya, berbagai tantangan masih menghantui dan menghambat kemajuan yang signifikan.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi isu yang serius. Kurikulum yang terlalu padat dan berorientasi pada hafalan, kurangnya sarana dan prasarana yang memadai, serta kualitas guru yang belum merata menjadi beberapa faktor penyebabnya. Akibatnya, siswa seringkali hanya menguasai teori tanpa memiliki kemampuan aplikatif dan berpikir kritis. Hasilnya, lulusan pendidikan Indonesia seringkali kurang siap menghadapi tuntutan dunia kerja yang semakin kompetitif.

Selain itu, pendidikan di indonesia saat ini dihadapkan pada pemangkasan anggaran bernama efesiensi demi kelancaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa. Yang tentu menurut hemat penulis justru bukan solusi tapi masalah baru bagi pendidikan. Bagaimana tidak, anggaran pendidikan yang sebelumnya terbilang tinggi bahkan belum mampu memberikan pemerataan pendidikan di setiap daerah baik dari segi infrastruktur maupun suprastruktur pendidikan. Lalu bagaimana nasib pendidikan Indonesia ke depan? Bagaimana nasib mereka yang terpaksa memutuskan pendidikan karena biaya pendidikan yang mahal? Bagaimana dengan mereka yang tak mampu bersekolah karena biaya pendidikan yang tinggi? Tentu semua pertanyaan-pertanyaan tersebut dan masih banyak lainnya harus mendapati keseriusan pemerintah demi masa depan pendidikan dalam menyongsong generasi emas.

Sekarang mari kita kaji bersama apakah memangkas anggaran pendidikan untuk mendorong MBG merupakan hal substansial dalam pendidikan?

Program makan siang gratis, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi siswa, saat ini telah menjadi topik perdebatan sengit di seluruh Indonesia. Sementara pendukung berpendapat bahwa program semacam itu dapat secara signifikan meningkatkan hasil pendidikan dan kesehatan anak-anak, yang lain menyatakan keprihatinan tentang kelemahan dan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Di sisi positif, program makan siang gratis memiliki potensi untuk mengatasi masalah penting yang memengaruhi pembelajaran siswa. Kelaparan dan kekurangan gizi dapat menghambat kemampuan kognitif, rentang perhatian, dan kinerja akademik secara keseluruhan. Dengan memberi siswa makanan yang bergizi, program makan siang gratis dapat membantu mengisi kesenjangan ini dan menciptakan lapangan bermain yang lebih setara bagi semua siswa. Siswa yang bergizi baik lebih mungkin untuk berkonsentrasi di kelas, berpartisipasi dalam kegiatan belajar, dan mencapai potensi akademik penuh mereka. Pertanyaannya mengapa siswa bisa kekurangan Gizi? Jika diidentifikasi tentu problemnya adalah finansial keluarga, maka seharusnya keluarga menjadi prioritas.

Selain itu, program makan siang gratis dapat berkontribusi pada peningkatan kehadiran dan pengurangan tingkat absensi. Ketika siswa tahu bahwa mereka akan menerima makanan yang bergizi di sekolah, mereka akan lebih termotivasi untuk hadir secara teratur. Hal ini sejalan dengan teori belajar Behavoris Ivan Pavlov, yakni stimulus dapat memicu respon dalam pembelajaran. Pertanyaannya sampai kapan makan gratis menjadi stimulus untuk semangat belajar siswa?

Penting untuk diingat bahwa ancaman yang dapat ditimbulkan oleh program makan siang gratis terhadap pendidikan ialah potensi stigma dan rasa malu yang terkait dengan menerima makan siang gratis. Siswa yang menerima makan siang gratis mungkin merasa sadar diri atau terisolasi, yang mengarah pada konsekuensi sosial dan emosional yang negatif. Hal ini terutama benar jika program makan siang gratis tidak diterapkan dengan cara yang bijaksana dan sensitif. Penting bagi sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan inklusif di mana semua siswa merasa dihargai dan diterima, tanpa menghiraukan status sosial ekonomi mereka.

Kekhawatiran lain adalah dampak program makan siang gratis pada pendanaan sekolah dan sumber daya. Jika program tersebut didanai secara tidak memadai, itu dapat menimbulkan ketegangan pada anggaran sekolah, yang mengarah pada pengurangan program pendidikan penting lainnya. pemerintah mestinya memprioritaskan pendanaan yang memadai untuk program makan siang gratis untuk memastikan bahwa program tersebut tidak mengorbankan aspek penting lainnya dari sistem pendidikan.

Masalah berikutnya, tentu program makan siang gratis dapat menyebabkan penurunan tanggung jawab orang tua dalam memberikan makanan yang bergizi untuk anak-anak mereka. Sementara program makan siang gratis dapat memberikan bantuan penting bagi keluarga yang membutuhkan, penting untuk mendorong orang tua untuk tetap terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka dan memprioritaskan makanan yang sehat di rumah.

Selain itu, kualitas makanan yang disajikan dalam program makan siang gratis dapat menjadi perhatian. Jika makanan tersebut diproses secara tidak bergizi atau tinggi gula, garam, dan lemak tidak sehat, dampaknya terhadap kesehatan dan hasil pendidikan siswa dapat diminimalkan, atau bahkan negatif.

Hal ini menambah tugas baru bagi sekolah untuk memprioritaskan penyediaan makanan yang sehat, segar, dan bergizi yang memenuhi standar gizi dan mendukung kesejahteraan siswa. Lalu ke mana Kemenkes dan Kemensos? Alhasil tugas tenaga pendidik bertambah sementara tunjangan hidup tenaga pendidik dipotong.

Akhirnya kita senantiasa berharap semoga yang maha kuasa membuka kesadaran dan nurani pemerintah untuk serius dalam mengurus negara ini. (*)

Exit mobile version