Opini  

Puasa-Kuasa 

Oleh: Isman Baharuddin

__________________________

MENAHAN makan dan minum pada batas waktu yang telah ditentukan dikenal dengan sebutan puasa. Selain untuk menjalankan perintah agama, puasa juga diberlakukan pada orang sakit (pasien) yang bakal dioperasi agar terhindar dari aspira serta gangguan lain yang dipicu saat operasi karena masih terdapat makanan di dalam tubuh.

Upavasa’ bahasa Sanskerta yang diklaim asal penyebutan puasa, memiliki makna laku disiplin untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Sama halnya dengan kata ‘Shaum’ dari bahasa Arab yang memiliki arti menahan diri dari melakukan sesuatu (makan, minum, dan tindakan yang dapat membatalkan puasa) karena menaati perintah Allah SWT.

Berbeda dengan kepentingan puasa untuk operasi, puasa yang dijalankan atas perintah agama merupakan salah satu puncak ketaatan seseorang kepada Tuhan yang diimaninya. Semua agama di Indonesia memiliki tradisi puasa, hanya saja dalam pengaplikasiannya berbeda-beda, baik dari segi waktu, tata cara, atau pun jenis makanan yang bisa dan tidak bisa dikonsumsi saat melakukan puasa.

Islam memerintahkan puasa kepada penganutnya dengan menahan makan, minum, serta seks di siang hari selama satu bulan pada bulan Ramadan tahun hijriah, ada juga puasa sunah yang dijalankan pada waktu-waktu tertentu bukan saat Ramadan, tidak bersifat memaksa. Penganut kepercayaan Buddha saat berpuasa pada pukul 12.00 siang, hanya diperbolehkan minum/makan jenis obat (kalau merasakan lemah) tapi tidak dengan makan/minum yang lain. Seks dan perbuatan yang dianggap menyimpang pun tidak bisa dilakukan karena dapat membatalkan puasa. Waktu puasa dilaksanakan berdasarkan perhitungan kalender Buddhis, dan dilakukan dari siang hingga dini hari (Zulkarnain dan Iskandar, 2018).

Agama Katolik juga memiliki tradisi puasa dengan menganjurkan penganutnya untuk berpuasa, di antaranya puasa hari perdamaian, puasa dua kali seminggu, puasa orang saleh, sampai dengan puasanya Yesus. Semasa puasa, mereka menahan lapar, haus, serta tindakan-tindakan keji yang dapat membatalkan puasa (Ghozali dkk, 2024).

Dalam ajaran Konghucu dikenal dengan puasa jasmani dan rohani. Puasa jasmani dilakukan saat memasuki bulan imlek dengan tidak memakan daging (vegetarian) secara bertahap hingga tidak sama sekali (permanen), sedangkan puasa rohani yaitu menahan diri dari segala tindakan yang dianggap asusila. Penganut kepercayaan Hindu dalam melakukan puasa Nyepi, tidak dibolehkan makan dan minum sejak fajar hingga fajar pada besok hari.

Sekalipun berbeda tata laku berpuasa setiap agama, esensi dari diperintahkan semua agama untuk berpuasa agar penganut-penganutnya dapat menahan diri, langkah untuk mengatasi nafsu manusiawi yang jika tidak dikendalikan dapat membahayakan diri sendiri dan juga orang-orang di sekitar.

Kata ‘Kuasa’ bisa dinobatkan kepada seseorang yang memiliki kemampuan dalam diri, sekaligus juga bisa didapat dengan cara terberi, setiap orang memiliki hasrat kuasa. Sebagaimana Michel Foucault (1926) mengakui bahwa ada sekian banyak kekuatan dan kuasa yang menyebar luas dalam relasi antar manusia. Kekuatan-kekuatan ini ditemukan dalam berbagai aspek relasi manusia, misalnya relasi sesama manusia dan juga relasi manusia dengan lingkungan dan situasi mereka.

Semua orang tidak menginginkan berada di posisi dikuasai. Hanya saja untuk memperoleh posisi kekuasaan harus dibarengi juga dengan modal yang tidak semua orang memilikinya. Menurut Michel Fouchalt (dalam Syaifuddin, 2018) tidak ada praktek pelaksanaan kekuasaan yang tidak memunculkan pengetahuan dan tidak ada pengetahuan yang di dalamnya tidak memandang relasi kuasa. Dia menunjukan bagaimana individu modern lahir sebagai objek dan subjek dari penyebaran dan pengadaan jejaring kuasa.

Harus disadari bahwa kita merupakan bagian dari kekuasaan, ketidaksadaran ini dapat menimbulkan masalah. Sadar membawa kita pada posisi penerimaan menghargai pluralitas yang berada dalam relasi kekuasaan, jika sebaliknya bakal melahirkan sistem yang menindas.

Kekuasaan jika tidak dibarengi dengan kesabaran bakal melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak lain untuk memperkokoh posisi penguasa, semisal korupsi untuk memperkaya diri dan kelompok tertentu. Kesabaran dalam menjalankan kekuasaan sangat penting. Puasa sebagai langkah melatih diri seseorang untuk menumbuhkan kesabaran. Puasa harusnya menjadi momentum refleksi setiap penguasa sehingga tidak seenaknya mempreteli dan mengeksploitasi orang-orang yang sedang dikuasai. (*)

Exit mobile version