Opini  

Tradisi ‘Ba Falo Laor’, Warisan Kearifan Lokal Masyarakat Morotai 

Laor.

Oleh: Rifaldi Taihu

_________________________

SEBAGAI negara kepulauan, Indonesia kaya akan budaya yang berkembang dari interaksi masyarakat dengan lingkungan maritimnya. Tradisi dan kebiasaan yang berkaitan dengan laut menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pesisir. Salah satu tradisi unik yang hingga kini masih dijalankan adalah ba falo laor, sebuah tradisi tahunan yang ada di beberapa daerah Maluku Utara, salah satunya di Pulau Morotai. Tradisi ini berupa kegiatan menangkap laor, sejenis cacing laut kecil yang muncul secara musiman dan hanya dapat ditemukan pada waktu tertentu. Biasanya tradisi ini dilakukan pada bulan Maret dan April. Yang di mana ada tanda-tanda alam yang menunjukan bahwa musim ba falo laor telah tiba, seperti hujan, kilat dan guntur. Tradisi ba falo laor bukan sekadar aktivitas ekonomi atau kebiasaan turun-temurun. Lebih dari itu, tradisi ini mencerminkan filosofi hidup masyarakat Morotai yang mengedepankan kebersamaan, kesederhanaan, dan keharmonisan dengan alam. Nilai-nilai tersebut menjadi bagian penting dari identitas budaya lokal dan menunjukkan bagaimana masyarakat tradisional mampu hidup selaras dengan lingkungannya. Dalam konteks globalisasi dan modernisasi, pelestarian tradisi seperti ba falo laor menjadi sangat penting untuk menjaga warisan budaya bangsa dan membangun kesadaran akan pentingnya kearifan lokal.

Laor adalah sejenis cacing laut kecil berwarna merah muda hingga kemerahan yang hanya muncul secara musiman dalam jumlah besar di perairan dangkal pantai. Kemunculan laor biasanya terjadi pada malam hari, bertepatan dengan siklus bulan purnama, terutama pada bulan Maret atau April. Masyarakat Morotai percaya bahwa waktu kemunculan laor bisa diprediksi berdasarkan perhitungan tradisional dan pengalaman yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.

Kata “ba falo” dalam bahasa lokal memiliki arti “menangkap/menimba”, sehingga secara harfiah, dapat diartikan ba falo laor berarti “pergi menangkap laor”. Tradisi ini menjadi momen yang sangat dinantikan oleh masyarakat Morotai terutama mereka yang tinggal di wilayah pesisir seperti Pantai Tanjung Pinang Morotai Timur, yang menjadi salah satu lokasi utama pelaksanaan tradisi ini. Kemunculan laor dianggap sebagai berkah alam yang membawa rezeki bagi masyarakat, sehingga perlu disambut dengan rasa syukur dan penghormatan.

Tradisi ba falo laor biasanya dilakukan secara kolektif, melibatkan hampir seluruh warga desa, baik laki-laki maupun perempuan, tua dan muda. Persiapan dimulai sejak beberapa hari. Warga membawa peralatan sederhana seperti saringan, jaring, ember, dan lampu. Sebelum menuju ke laut, dalam beberapa komunitas adat dilakukan ritual adat atau doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat atau tetua masyarakat. Ritual ini bertujuan untuk memohon izin dan perlindungan dari leluhur serta mengucapkan syukur atas berkah yang akan diterima.

Saat malam tiba, warga akan berbondong-bondong ke tepi pantai dan mulai menangkap laor yang berenang di perairan dangkal. Cahaya lampu digunakan untuk menarik perhatian laor agar lebih mudah ditangkap. Suasana di pantai sangat hidup dan meriah. Anak-anak berlarian, orang dewasa bekerja sama, dan tawa serta semangat kebersamaan menyelimuti kegiatan ini. Hasil tangkapan laor biasanya langsung dibawa pulang untuk diolah menjadi makanan seperti sambal laor, atau dikeringkan dan disimpan sebagai cadangan makanan rumah tangga. Tradisi ba falo laor mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi. Pertama, nilai gotong-royong tercermin dari partisipasi seluruh warga dalam kegiatan ini tanpa membedakan status sosial. Semua saling membantu, berbagi alat tangkap, dan bahkan saling berbagi hasil tangkapan. Hal ini memperkuat ikatan sosial antarwarga dan menumbuhkan solidaritas dalam komunitas. Kedua, tradisi ini mengandung nilai pelestarian budaya. Karena diwariskan secara turun-temurun, ba falo laor menjadi bagian dari identitas masyarakat Morotai. Anak-anak yang turut serta dalam kegiatan ini sejak dini belajar untuk mencintai budaya lokal dan menghargai tradisi leluhur mereka. Ketiga, terdapat nilai spiritual dan ekologis dalam tradisi ini. Masyarakat memandang laut bukan sekadar sumber makanan, tetapi sebagai entitas yang hidup dan memiliki roh. Oleh karena itu, mereka melakukan ritual dan menjaga etika dalam mengambil hasil laut. Tidak boleh serakah atau merusak lingkungan. Mereka percaya bahwa menjaga kelestarian laut adalah bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual kepada alam dan leluhur.

Tradisi ba falo laor juga memiliki potensi ekonomi. Laor yang ditangkap bisa diolah menjadi produk pangan lokal yang bernilai jual tinggi. Di beberapa daerah, sambal laor bahkan menjadi oleh-oleh khas yang dicari oleh wisatawan. Di sisi lain, keunikan dan kekayaan nilai budaya dalam tradisi ini menjadi daya tarik tersendiri untuk dikembangkan sebagai wisata budaya. Wisatawan yang ingin melihat langsung bagaimana masyarakat lokal berinteraksi dengan alam dan melestarikan tradisi leluhur dapat mengikuti dan menyaksikan proses ba falo laor secara langsung. Dengan pengelolaan yang baik, tradisi ini dapat menjadi sumber penghasilan baru tanpa menghilangkan makna aslinya.

Tradisi ba falo laor merupakan salah satu contoh nyata dari kearifan lokal yang tumbuh dari interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Tradisi ini menunjukkan bahwa masyarakat adat memiliki cara tersendiri dalam menjaga kelestarian alam, mempererat hubungan sosial, dan mempertahankan identitas budaya mereka. Dalam praktiknya, ba falo laor bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi juga mencerminkan sistem nilai yang mengatur hubungan antara manusia, leluhur, dan lingkungan hidup secara harmonis. Di tengah derasnya arus modernisasi, globalisasi, dan perkembangan teknologi yang seringkali menggeser nilai-nilai tradisional, tradisi ini hadir sebagai penyeimbang dan pengingat akan pentingnya akar budaya serta keberlanjutan lingkungan. Dalam konteks krisis iklim dan degradasi lingkungan yang semakin nyata, kearifan lokal seperti ba falo laor justru menawarkan solusi berbasis nilai-nilai ekologis dan sosial yang telah teruji oleh waktu. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, masyarakat, dan generasi muda untuk terus mendukung pelestarian tradisi ini melalui pendidikan, dokumentasi, dan promosi yang tepat. Dengan menjadikan tradisi ba falo laor sebagai bagian dari kurikulum lokal dan kegiatan kebudayaan, generasi muda tidak hanya belajar tentang sejarah dan nilai leluhur, tetapi juga terdorong untuk terlibat aktif dalam menjaga harmoni antara manusia dan lingkungannya. Tradisi ba falo laor bukan hanya milik masyarakat Morotai, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya nasional yang harus dijaga sebagai fondasi identitas dan panduan dalam menghadapi tantangan zaman. (*)

Exit mobile version