google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Opini  

Tanggung Jawab Penguasa Mengurus Rakyat

Oleh: Suci Tri Lestari 

Pegiat Sosial

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

___________________

BELUM genap pemerintahan baru memimpin tapi terkesan mencederai perasaan rakyat. Bagaimana tidak, di beberapa daerah rakyat disuguhi dengan kenaikan pajak berkali-kali lipat dampak dari efisiensi anggaran dana pusat. Di saat bersamaan tunjangan wakil rakyat dinaikkan. Menurut Wakil Ketua DPR Adies Kadir menyebutkan bahwa tunjangan beras mereka dari 10 juta sebulan kini naik menjadi 12 sebulan, tunjangan beras juga naik dari 4-5 juta sebulan menjadi 7 juta sebulan.

Karenanya, hal ini sontak saja membangunkan kemarahan masyarakat yang selama ini dipendam, demo besar-besaran pun terjadi. Hati rakyat merasa terlukai, rakyat berharap mendapat pelayanan terbaik. Apa yang diharapkan rakyat selama ini belum sepenuhnya terwakili. Banyak UU yang disahkan di meja DPR yang bertolak dengan rakyat dan mereka tetap mengesahkannya. Semisal UU Cipta Kerja, UU Minerba, RUU TNI dan lainnya.

Kondisi ini sebenarnya efek dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme ini yang membuat kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi, dengan konsep kebebasan berperilaku, manusia banyak berbuat tanpa melihat terpuji atau tercela, baik atau buruk. Konsep kebebasan kepemilikan yang diemban, membuat kekayaan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya atau pemodal sehingga sangat tampak ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Selain itu pemodal akhirnya menjadi pendominasi kekuasaan atau sering disebut oligarki.

Dalam sistem kapitalisme, sulit untuk menemukan sosok penguasa yang benar-benar peduli pada rakyat. Sistem kapitalisme membuat para pejabat terlena dengan kenikmatan dunia, dan menjadikan mereka berlandaskan hanya pada materi. Seperti yang terjadi pada kasus korupsi mantan gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK), siapa sangka dalam kasus ini setelah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terungkap bahwa anggota DPR RI, Shanty Alda Nathalia terlibat dalam kasus suap tersebut. Ini membuktikan bahwa tidak ada mewakili rakyat, sudahlah membuat dan mengesahkan UU yang jelas-jelas ditolak oleh rakyat, menaikkan pajak setinggi-tingginya kepada rakyat, kemudian turut terlibat dalam kasus-kasus korupsi. Ini tentu berbeda secara diametral dalam sistem pemerintahan Islam.

Dalam struktur pemerintahan Islam ada yang namanya Majelis Umat yaitu orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam menyampaikan pendapat, sebagai bahan pertimbangan bagi penguasa. Orang non muslim dibolehkan menjadi anggota majelis umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam, dan yang semisalnya. Tugas majelis umat murni hanya sebagai wakil rakyat untuk menyampaikan keresahan, kritikan, masukan dan koreksi atas kebijakan penguasa. Membuat UU dan juga mengesahkan UU bukanlah tugas majelis umat, hal ini yang membedakan dengan wakil rakyat dalam sistem demokrasi sekuler. Karena di pemerintahan Islam hukum yang diambil itu diadopsi dari Al-Qur’an dan Sunah, bukan membuat hukum baru yang berasal dari pemikiran manusia.

Adapun pada aspek gaji, penguasa dan pejabat diberikan santunan sesuai kebutuhan hidup keluarga pada umumnya, tidak bermewah-mewah dan tidak memanfaatkan harta rakyat dan negara untuk kepentingan pribadi. Mereka fokus pada perannya dalam mengurusi urusan umat. Ini karena mereka paham bahwa jabatan, kekuasaan dan harta akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Dalam sistem Islam, negara akan memperhatikan kebutuhan rakyat, bukan melayani kepentingan pejabat dan penguasa. Negara akan menetapkan kebijakan yang menyejahterakan dan memberi keadilan bagi masyarakat.

Sebagai contoh, kepedulian Khalifah Umar bin Khattab yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan dirinya, yang selalu merasa bersalah jika ada rakyat yang terlantar, selalu mengusahakan yang terbaik untuk umat dan memastikan umat mendapatkan bantuan dengan layak. Hidupnya sangat sederhana, tidak sembarang memanfaatkan fasilitas negara, semuanya benar-benar Umar bin Khattab pergunakan untuk kebutuhan rakyat. Ini karena beliau memahami bahwa jabatan, kekuasaan dan harta akan Allah mintai pertanggungjawabannya. (*)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version