google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Opini  

Anak Muda Jadi Korban Utama Krisis Tenaga Kerja Global

Fitri Abubakar. (Istimewa)

Oleh: Fitri Abubakar

____________

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

DUNIA saat ini menghadapi krisis tenaga kerja global. Menurut laporan International Labour Organization (ILO), tingkat pengangguran pemuda usia 15-24 tahun secara global hampir tiga kali lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. Di beberapa negara besar seperti di Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Cina, anak muda yang baru lulus kuliah harus menghadapi ketidakpastian karena lapangan pekerjaan yang terbatas. Sementara di negara berkembang, jumlah lulusan yang besar tidak seimbang dengan jumlah pekerjaan yang tersedia. Di Eropa, generasi muda terpaksa menerima pekerjaan paruh waktu, pekerjaan informal dengan upah yang rendah. Kemudian di Amerika, jutaan lulusan perguruan tinggi dibebani utang perguruan tinggi dan sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai kualifikasi. Bahkan di negara Cina sendiri dimana generasi muda yang menganggur, mereka rela mengeluarkan sekitar 4 sampai 7 dolar per hari untuk bekerja di kantor palsu demi dianggap memiliki pekerjaan.

Sedangkan di Indonesia kembali menempati posisi teratas sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN pada 2025. Berdasarkan laporan Trading Economics (14/8) angka pengangguran nasional mencapai 4,76% pada Maret 2025. Angka itu setara lebih dari 7 juta orang yang tidak memiliki pekerjaan. Meski tercatat penurunan dari tahun sebelumnya yang berada di angka 4,91%, namun angka tersebut masih menempati Indonesia di urutan pertama Asia Tenggara dan menempati urutan ke tujuh di Asia.

Selain itu, di Maluku Utara juga mengalami nasib yang sama, dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Maluku Utara pada Februari 2025 mencapai 4,26 persen lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2024 yang mencapai 4,16 persen. Jika dilihat, wilayah Maluku Utara merupakan wilayah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Lalu, apa yang menyebabkan ini terjadi?  Generasi muda yang seharusnya menjadi harapan bangsa, kini menghadapi realitas pahit. Meski tumbuh di era teknologi digital dan internet yang sangat maju, dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun, kenyataannya justru paling menderita akibat krisis tenaga kerja, banyak lulusan sekolah bahkan perguruan tinggi, yang harapannya selesai menempuh pendidikan perguruan tinggi bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, justru kesempatan kerja semakin sempit. Kondisi inilah yang memicu amarah para mahasiswa dengan protes mahasiswa melalui gerakan ‘Indonesia Gelap’.

Krisis Tenaga Kerja Buah dari Sistem Kapitalisme

Faktor krisis tenaga kerja saat ini disebabkan oleh penerapan sistem Kapitalisme. Sistem ini yang dijanjikan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan rakyat, nyatanya hanya omong kosong.

Dalam sistem Kapitalisme, perusahaan hanya merekrut pekerja kalau dianggap bisa menghasilkan keuntungan. Kalau tidak, mereka akan menekan rekrutmen atau bahkan melakukan PHK massal. Akibatnya, jumlah pekerjaan yang tersedia jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah pencari kerja.

Ketimpangan ekonomi tercipta begitu lebar. Segelintir elit dan korporasi besar menguasai hampir seluruh kekayaan dunia. Menurut Celios, kekayaan 50 orang terkaya setara dengan 50 juta orang lndonesia, sehingga kekayaan menumpuk pada segelintir elit. Para pemilik modal, perusahaan besar atau investor asing mendapat keuntungan berlipat, sementara rakyat harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sumber daya alam dikuasai asing dalam sistem kapitalisme. Negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah seperti minyak, gas, tambang, emas, nikel, batu bara dan kekayaan alam lainnya justru diberikan kepada pihak asing dengan alasan investasi, Hasilnya menguntungkan bagi pihak asing, sedangkan kita rakyat bisa hanya mendapatkan sisa-sisanya.

Posisi negara hanya bertindak sebagai regulator yang memfasilitasi kepentingan kapitalis. Rakyat dipaksa mandiri, berinovasi bahkan membuka lapangan kerja sendiri.

Masa depan generasi muda nampak tidak jelas. Karena sulit mendapatkan pekerjaan yang layak, biaya hidup mahal, persaingan ketat, banyak yang kehilangan harapan. Ada yang memilih berhenti berusaha, bahkan tidak sekolah, kuliah dan bekerja, ini membuat generasi muda rentan kehilangan arah dan masa depan.

Solusi Islam

Dalam Islam, negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Seperti di masa Khalifah Umar bin Khattab ra, beliau membuka kas negara dan langsung membagikan kebutuhan pokok pada rakyat. Bahkan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sangat sulit sekali ditemukan orang yang mampu menerima zakat karena kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi.

Dalam Islam, negara juga wajib menyediakan pendidikan gratis. Tujuannya bukan sekadar menciptakan tenaga kerja siap pakai untuk industri, melainkan membentuk generasi cerdas yang berkepribadian Islam. Dalam hal ini, rakyat memiliki kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan tanpa biaya.

Islam memberikan pemahaman dan edukasi tentang kewajiban bekerja bagi laki-laki dewasa sebagai pencari nafkah. Negara membuka peluang kerja luas di berbagai sektor seperti, pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Jika ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena tidak punya keterampilan dan modal, maka negara memfasilitasi melalui pelatihan dan memberikan modal. Bahkan jika ada yang malas, khalifah mendorong untuk bekerja serta menyediakan sarana untuk bisa bekerja. Hal ini pernah dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab ra, ketika mendengar orang yang berdiam diri di masjid dan tidak bekerja, beliau kemudian berkata “kalian adalah orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu kalau langit tidak akan menurunkan emas dan perak.” Kemudian mengusir mereka dari masjid dan memberikan setakar biji-bijian untuk ditanam.

Di sektor ekonomi dan industri, negara akan fokus mengembangkan sektor rill yang halal dan bermanfaat bagi rakyat seperti pertanian, perikanan, perdagangan, tambang dan industri. Negara tidak membuka ruang bagi sektor non rill yang haram seperti di sistem kapitalisme yang menghasilkan riba dan menguntungkan bagi para elit.

Kemudian, harta diatur dalam tiga bentuk kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara. Kepemilikan individu boleh memiliki harta dengan cara yang halal, kepemilikan umum mencakup sumber daya alam seperti air, hutan, tambang, nikel, emas dan kepemilikan umum lainnya. Negara mengelola kepemilikan umum untuk kemaslahatan rakyat dan melarang pengelolaan milik umum kepada individu atau swasta. Sementara kepemilikan negara yaitu  pengelolaan harta dari fai, kharaj dan jizyah untuk kepentingan rakyat. Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Dawud).

Dengan adanya sistem Islam ini, rakyat tidak dipaksa berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Negara benar-benar hadir dan menjalankan perannya sebagai pelindung, pengurus dan menjamin kesejahteraan rakyat. (*)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version