Oleh: Jesly Potoboda
Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Administrasi Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
_____________
ERA digital membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan. Guru tidak lagi hanya menjadi sumber utama pengetahuan, melainkan juga fasilitator yang mampu mengelola proses belajar dengan bantuan teknologi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan teknologi saja tidak cukup. Siswa tetap membutuhkan sentuhan kemanusiaan, yaitu bagaimana guru mampu ‘mengelola kelas dengan hati.”
Mengelola kelas dengan hati berarti mengedepankan pendekatan yang empati, penuh perhatian, dan memahami kondisi emosional serta kebutuhan siswa. Menurut Slavin (2018), pembelajaran efektif tidak hanya ditentukan oleh materi dan metode, tetapi juga oleh iklim kelas yang kondusif. Dalam konteks digital, guru harus mampu memadukan teknologi dengan pendekatan humanis agar siswa merasa nyaman, dihargai, dan termotivasi.
Mengelola Kelas di Era Digital
Perubahan zaman menuntut guru untuk beradaptasi dengan pembelajaran berbasis teknologi. Penggunaan Learning Management System (LMS), aplikasi konferensi video, hingga media sostal pendidikan semakin umum. Akan tetapi, manajemen pembelajaran yang baik tidak boleh kehilangan ‘rasa’ dan kepekaan terhadap kebutuhan peserta didik.
Uno (2016) menegaskan bahwa manajemen pembelajaran pada dasarnya adalah seni mengatur sumber daya, metode, dan strategi agar tujuan belajar tercapai. Maka, guru perlu memahami hahwa teknologi hanyalah alat, sementara inti pembelajaran tetap terletak pada hubungan guru-siswa.
Strategi Mengelola Kelas dengan Hati
Membangun komunikasi yang hangat
Guru perlu menghadirkan interaksi yang ramah, bukan sekadar instruksi kaku. Bahkan melalui layar gawai, senyum dan sapaan tulus bisa menumbuhkan kedekatan emosional. Menurut Noddings (2013), pendidikan yang peduli (caring education) menuntut guru menghadirkan rasa aman dan kasih sayang bagi siswa.
Menggunakan teknologi secara inklusif
Tidak semua siswa memiliki kemampuan atau akses teknologi yang sama. Oleh karena itu, guru perlu memastikan setiap anak tetap terlibat. Misalnya dengan menyediakan alternatif tugas, materi cetak, atau rekaman pembelajaran.
Memberikan ruang bagi ekspresi siswa
Guru yang mengelola kelas dengan hati memberi ruang bagi siswa untuk berpendapat, bertanya, bahkan bercerita tentang pengalaman pribadi. Hal ini sejalan dengan pandangan Vygotsky (1978) bahwa interaksi sosial merupakan kunci perkembangan kognitif.
Menumbuhkan motivasi intrinsik
Teknologi dapat membuat siswa cepat bosan jika hanya digunakan untuk mendengar ceramah daring. Guru bisa memanfaatkan gamifikasi atau proyek kreatif yang membuat siswa merasa tertantang. Ryan dan Deci (2000) menjelaskan bahwa motivasi intrinsik muncul ketika siswa merasa memiliki otonomi dan kompetensi dalam belajar.
Mengedepankan keteladanan
Guru yang mengajar dengan hati bukan hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga mencontohkan sikap yang baik. Dalam kelas digital, keteladanan bisa ditunjukkan melalui etika berkomunikasi, disiplin waktu, serta sikap menghargai pendapat siswa.
Mengelola kelas dengan hati di era digital bukan sekadar keterampilan teknis, tetapi sebuah panggilan moral bagi pendidik. Teknologi boleh maju, metode boleh berubah, tetapi relasi kemanusiaan tetap menjadi inti dari pendidikan. Guru yang mampu menggabungkan kecanggihan digital dengan kehangatan hati akan menciptakan suasana belajar yang bermakna.
Dengan demikian, manajemen pembelajaran di era digital harus diarahkan pada keseimbangan antara teknologi dan kemanusiaan. Guru tidak hanya menjadi pengelola kelas, tetapi juga sahabat, pendamping, dan teladan bagi para siswa.
Daftar Pustaka
Noddings, N. (2013). Caring: A Relational Approach to Ethics and Moral Education. University of California Press.
Ryan. R. M., & Deci, E. L. (2000). Self-Determination Theory and the Facilitation of Intrinsic Motivation, Social Development, and Well-Being. American Psychologist, 55(1), 68-78.
Slavin, R. E. (2018). Educational Psychology: Theory and Practice. Pearson.
Uno, H. B. (2016). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Harvard University Press.