Oleh: Yulia Sulasi
Kader GMKI Cabang Ternate
_________________
INDUSTRI pertambangan sering kali dipandang sebagai sektor yang dikuasai laki-laki, dengan gambaran pekerjaan yang selaras dengan kekuatan fisik dan kondisi kerja yang ekstrem. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja perempuan di sektor pertambangan di Indonesia hanya sekitar 115 ribu, sementara jumlah laki-laki mencapai 1,28 juta. Rasio ini terus menurun, dan selama tiga tahun terakhir, keterlibatan pekerja perempuan di industri tambang di Indonesia berada di kisaran 10%-11% dari total jumlah tenaga kerja. Partisipasi perempuan dalam bidang pertambangan memiliki banyak tantangan.
Diskriminasi dan Stereotip Gender
Di dunia pertambangan, perempuan sering kali harus berhadapan dengan pandangan negatif yang memandang mereka tidak layak untuk jenis pekerjaan dengan beban fisik berat. Hal ini berpengaruh pada cara perekrutan dan penempatan yang cenderung menempatkan perempuan pada posisi administratif, meskipun mereka memiliki kualifikasi yang sebanding.
Lingkungan Kerja yang Tidak Mendukung
Banyak perusahaan tambang, terutama yang berada di daerah terpencil seperti Halmahera, belum menyediakan fasilitas yang memadai untuk pekerja perempuan. Masalah seperti pelecehan verbal dan seksual masih sering terjadi, menciptakan suasana kerja yang tidak aman dan tidak menghormati perempuan.
Perempuan yang bekerja di pertambangan sering diharuskan menjalankan dua peran, yaitu sebagai pekerja dan ibu rumah tangga. Beban ini dapat menghambat kemajuan karier mereka dan menyebabkan kelelahan baik fisik maupun mental.
Dampak Lingkungan
Aktivitas pertambangan membawa masalah lingkungan, seperti pencemaran air, yang secara langsung mempengaruhi perempuan di komunitas sekitar tambang. Mereka terpaksa mengeluarkan biaya untuk mendapatkan air bersih, yang sebelumnya bisa mereka dapatkan secara gratis dari alam.
Peluang yang Terbuka
Saat ini, perempuan memiliki peluang untuk mengisi posisi teknis yang sangat penting, seperti geolog. Kehadiran mereka mampu membawa pandangan baru dan inovasi dalam eksplorasi serta analisis tambang. Dengan meningkatnya kesetaraan di tempat kerja, perempuan pun berpeluang untuk menduduki posisi manajerial serta kepemimpinan. Keterlibatan mereka dalam proses pengambilan keputusan dapat membawa perubahan yang positif terhadap kebijakan perusahaan, khususnya yang berhubungan dengan kesejahteraan pekerja perempuan.
Perempuan di sekitar lokasi tambang dapat berperan sebagai motor penggerak ekonomi melalui pendirian usaha kecil yang mendukung kegiatan tambang. Perusahaan pertambangan bisa berkolaborasi dengan masyarakat setempat untuk memberdayakan perempuan melalui berbagai program pelatihan dan pendanaan.
Perempuan memainkan peran penting dalam mengadvokasi perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat setempat yang terdampak oleh kegiatan tambang. Melalui berbagai forum diskusi, mereka dapat menyampaikan aspirasi dan menuntut tanggung jawab sosial dari pihak perusahaan.
Menuju Kesetaraan dan Keberlanjutan
Mewujudkan keadilan gender dalam industri pertambangan di Halmahera bukan sekadar soal memenuhi kuota, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan. Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada.
Perusahaan harus mengadopsi kebijakan yang mendukung perempuan, seperti menyediakan fasilitas yang aman dan nyaman, memberikan upah yang adil, serta program pengembangan karier yang setara. Selanjutnya, pemerintah perlu meningkatkan regulasi dan pengawasan untuk memastikan perlindungan hak pekerja perempuan dan meminimalkan dampak lingkungan.
Dengan memberikan kesempatan yang setara bagi perempuan, sektor pertambangan di Halmahera tidak hanya akan meningkatkan produktivitas, tetapi juga menciptakan reputasi yang lebih positif, berkelanjutan, dan adil untuk seluruh masyarakat. (*)