TERNATE, NUANSA – Komisi III DPRD Kota Ternate, menilai Dinas Lingkungan Hidup (DLH ) belum mampu menerjemahkan keinginan Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman, dalam penanganan sampah perkotaan.
Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlaela Syarif, mengatakan sejauh ini sampah di Kota Ternate sudah mendekati 100 ton per hari yang dibawa ke TPS. Sampah-sampah ini dikontribusi dari 5 kecamatan di 70 kelurahan.
“Di masa pemerintahan Tauhid-Jasri dengan slogan Andalan mengatasi sampah. Namun, memasuki tahun kedua belum membuahkan hasil yang menggembirakan, malah menuai kritik publik,” kata Nurlaela disela kunjungan kerja Komisi III, di Kelurahan Gamalama, Kota Ternate, Selasa (10/1).
Menurutnya, dalam penanganan sampah, harus ditangani dari hulu dan hilir. Problem utama persampahan diakibatkan karena kesadaran masyarakat yang secara keselurahan belum diintervensi secara maksimal oleh arah kebijakan pemerintah kota.
“Masyarakat Kota Ternate masih cenderung berpikir persoalan sampah hanya urusan pemerintah daerah. Kami tidak menyalahkan masyarakat, namun ini fakta yang ditemukan di lapangan. Problem sampah di Kota Ternate ini karena problem kesadaran dan pengelolaan. DLH masih sibuk dengan pendekatan yang sangat konvensional. Masyarakat buang sampah, dinas angkut buang ke TPS atau TPA. Siklus dan modelnya hanya begitu terus berulang dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Politisi Partai Nasdem ini menyebut, DLH sangat konvensional dan tidak ada inovasi. DLH juga dalam pengelolaan sampah, selalu beralasan karena keterbatasan armada, hanya 18 dump truk, 6 L300 dan 4 amrol.
“Itu juga katanya sudah kondisi lama, dan kisaran 80 lebih motor roda 3 kaisar. Padahal ada bantuan yang menurut kami efektif yaitu TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle), namun sangat disayangkan TPS3R tidak difungsikan secara baik atau dibiarkan oleh DLH,” katanya.
“Kalau mau atasi problem sampah, DLH harusnya paham dan berupaya membangun sistem kesadaran masyarakat sesuai visi misi Pemkot. Sistem kesadaran masyarakat yang efektif harusnya fungsikan TPS3R secara optimal, bukan dibiarkan jadi kos-kosan atau hancur begitu saja,” sambungnya.
Menurutnya, DLH selalu beralasan TPS3R tidak terurus karena tidak ada honor dan anggaran. Padahal ini merupakan tupoksi DLH dan tentu ada gaji dan mendapat TTP (tunjangan tambahan penghasilan). Karena itu, DLH dalam urusan pengelolaan persampahan kota tidak inovatif dan tidak mampu menerjemahkan keinginan Wali Kota.
“Ini terbukti temuan kami di lapangan, program pendampingan optimalisasi TPS3R bantuan dari Kementerian PUPR dan program KotaKu di tiga titik, yakni Kelurahan Kalumata, Kelurahan Tubo dan Kelurahan Gamalama dengan model pendampingan ketiga TPS3R tersebut. Di mana fokus pada aspek pengelolaan sampahnya, yaitu kelembagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan teknis operasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, Nurlaela berkata, tujuan program ini mendukung arah kebijakan dan strategi Pemkot terkait pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga di Kota Ternate serta mengurangi kuantitas dan atau memperbaiki karakteristik sampah yang akan diolah secara lebih lanjut di TPA.
“Harusnya DLH mengintegrasikan aspek pengelolaan sampah. Kami Komisi III sangat menyayangkan, DLH tidak memanfaatkan secara baik. Harusnya optimalisasi TPS3R secara baik, tercipta pola pemberdayaan, bernilai ekonomis dapat terus berkelanjutan, dan inilah yang menjadi tujuan Wali Kota dalam upaya penanganan sampah di Kota Ternate, tapi DLH tidak paham,” tandasnya. (udi/tan)