Opini  

Bunuh Diri

Iffandi Pina.

Oleh: Iffandi Pina

Ketua Umum BP-HIPPMAMORO Malut Periode 2022-2023

PERTAMA-tama saya perlu luruskan bahwa tulisan ini dibuat perihal undangan debat terbuka kedua untuk Bacaleg Morotai Dapil III Morotai Timur-Morotai Utara, Zulkarnain Pina. Juga tidak bermaksud memperkecuh situasi, apalagi membutakan mata tentang fakta sebenarnya. Sepenuhnya catatan ini semacam kesaksian, pengakuan dan refleksi terhadap suatu realitas dan proses perubahan sosial.

Terbilang, tepat Kamis (1/6/2023), saya menyoal BPD Morotai yang hari ini terrekrut dalam Panwas dan ikut nyaleg yang dengan mengambil sampel di tiga desa, bukan hanya Desa Sangowo. Saya juga tahu betul kalau kekacauan (persoalan) yang kerap mencederai etika serta kepantasan berpemerintahan ini hampir terjadi di setiap desa. Aneh dan konyolnya, yang keberatan adalah Zulkarnain Pina (yang bukan BPD).

Tidak puas dengan kegegeran dirinya, malam hari, menulis dalam dinding Fecebook bertajuk; “Catatan Untuk Gonofu Basah”. Yang, adalah pembelaan dan penghinaan sekaligus atas dirinya. Judulnya sontak buat saya kaget seraya bertanya pada diri sendiri; “Ops! Siapa yang ente maksud “Gonofu Basah”?. Ternyata oh ternyata, setelah saya baca habis dengan begitu hati-hati; Rupanya yang dia maksudkan tidak pada siapa-siapa, apalagi saya. Melainkan dirinya. Memalukan!

Begini, ya! Saya akan menunjukan dengan sangat sederhana Asbabunnuzul dari kekonyolannya. Contoh-contoh di bawah ini adalah bukti tak terbantahkan mengapa dirinya berani gila dan tega membunuh diri sendiri tanpa harus dibuat repot Malaikat Izrail menjemputnya.

Pertama, oleh Zulkarnain Pina, kembali mempertanyakan dalam tulisannya – bagaimana soal penyelenggara negara (tulisnya) yang merangkap jabatan (misalnya BPD yang saya persoalkan) dan ikut sebagai Bakal Calon Legislatif di 2024 mendatang?. Pada soal penyelenggara negara, dirinya membenarkan bahwa dalam tahapan seleksi itu ada tahapan administrasi, akademik sampai dengan wawancara. Selanjutnya uji kelayakan dan kepatutan. Dan syarat itu, baginya, telah selesai sampai pada penetapan.

Oke, jelas.. Tapi dirinya keliru berkali-kali menangapi yang saya maksud. Keliru mendefenisikan istilah penyelenggara negara secara hukum yang lebih khusus. Penyelenggara negara yang mana yeng ente maksud: Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyarawatan Rakyat, Gubernur, Wali Kota dll?. Lebih gilanya lagi, dalam syarat yang disebutkan di atas dirinya menyampaikan adalah hasil/substansi dari (yang juga sempat dirinya pertanyakan dalam) dialog publik bertajuk “Menakar Kualitas Demokari di Morotai”.

Dalam kesempatan lain, tepat pada (6/7/2023), dialog publik yang dihelat teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Morotai itu, yang mendatangkan pembicara spektakuler, di antaranya Lukman Wangko (Ketua Bawaslu Morotai), Alwadut Lule (Akademisi Unipas) dan Arfandi Iskandar Alam (Komisioner KPU Morotai). Nah, itu artinya, Bacaleg yang satu ini, sama artinya dengan mengolok-olok pikiran cemerlang pembicara (kusunya Ketua Bawaslu). Karena pikirannya yang jungkir balik atau terbatas itu kemudian menjadikan referensi bahwa yang dirinya maksud adalah ingatannya tentang hasil/substansi dari dialog publik. Ini yang perlu diluruskan.

Kedua, berulang kali saya menyadarkannya kalau dalam perekrutan Panwascam, Bawaslu Morotai diduga kuat tidak dapat meleksankan dengan baik Pedoman Pelaksana Pembentukan Panwascam Untuk Pemilu Serentak 2024, Nomor: 314/HK.01.00/K1/09/2022. Pada bagian V proses pembentukan dalam poin (11) dan (14), bahwa yang bersangkutan diharuskan mengundurkan diri jika dan tidak menduduki dari jabatan politik, jabatan di pemerintahan, dan/atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah apabila terpilih.

Syahdan, persoalan ini pantasnya dilihat secara realistis berbasis akademik, bagaimana kita memandang perangkapan yang mengabaikan ketentuan ini, karena dalam ilmu Administari Negara perangkapan jabatan sebetulnya tidak boleh terjadi dan dianggap biasa. Apalagi sampai dibiarkan terjadi bertahun dan berulang-ulang. Bisa dibayangkan, jika satu orang saja diserahi tanggung jawab memimpin dua hingga tiga jabatan, meskipun sifatnya hanya Adhoc akan sangat mempengaruhi kinerja dalam melaksanakan tugas pokoknya. Nah ini yang mesti dipikirkan.

Ketiga, pada soal Bacaleg yang dikatakan Zulkarnain Pina, memang ada proses yang disebut Daftar Calon Sementara (DCS) ke Daftar Calon Tetap (DCT). Nah, juga  benar sementara ini prosesnya masih (DCS), karena yang bersangkutan belum ditetapakan atau belum final sebagai calon legislatif. Oleh karena itulah, Zulkarnain Pina kembali mempertanyakan “lalu apa yang dipersoalkan?” katanya, seraya menuding kalau bukan karena rakus tak ikhlas pada generasi-saudara yang tumbuh menjadi tumpuan keluarga.

Dalam soal di atas, saya singkat saja; Bacaleg yang mau bunuh diri ini, malas membaca. Faktanya, sudah tidak paham lalu menyambut diri sok mengerti. Alias mengerti pura-pura, bahaya. Saya telah menerangkannya bahwa BPD tidak sama sekali dibolehkan ikut dalam bursa calon legislatif tanpa dibuat surat mengundurkan diri, apalagi yang bersangkutan termasuk pengurus partai politik. Dalilnya jelas, Permendagri Nomor 110 Tahun 2016. Silakan dibaca dan memastikan barusan argumen saya.

Tetapi kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya oknum BPD yang menjadi Panwascam dengan kemungkinan BPD yang ikut caleg karena memang ada kekhawatiran Bawaslu Morotai dalam perekrutan yang tiba-tiba berubah dari pendiriannya. Biasanya, perubahan macam ini sering kali sulit dipahami secara hokum, kecuali karena adanya kepentingan politik.

Berangkat dari sinilah: dari sedikit fakta yang bisa dibuka untuk mengumbar aib sendiri, saya menafsirkan tudingan Zulkarnain Pina dalam tulisannya pada saya; Rakus tidak ikhlas dan dikuasai otak licik lagi picik. Bahkan katanya, Bocah Ingusan, Boneka dan Badut adalah sebuah pembelan yang khas dari seorang pecundang.  Tulisannya lebih banyak kebencian, lebih padat politisasi, dengan mengabaikan fakta dan bukti demi dirinya yang sombong. Dan cara untuk melayani sarjana semacam itu cukup dengan tertawa seraya geleng-geleng kepala. Tersebab, dirinya terlampau dungu mengesahkan sesuatu yang salah dengan menyangkutpautkan keluarga. Ya! Maksud saya, pembelaannya hendak mengamalkan pepatah Melayu dalam tulisan Dr Murid Tonirio: “Buruk Wajah, Cermin Dibelah”. (*)