Oleh: Firdaus Muhidin
Mahasiswa PAI IAIN Ternate/Sekum Komisariat KAMMI IAIN Ternate
SAYA sebagai anak muda ingin mengatakan bahwa semoga dinamika politik kita saat ini yang kian memanas bukan berarti menjadi pemicu terjadinya konflik. Dalam konstalasi perkembangan politik di Indonesia saat ini terus bergejolak antar parpol pengusung kandidat kian memanas yang menggoyahkan internal pemerintah. Dekade belakangan ini mengingat pesta demokrasi di Tahun 2024 mendatang yang tidak henti-hentinya dibahas di berbagai sektor.
Hal ini menjadi polemik kita bersama di setiap akhir dari masa kepemimpinan bangsa bergulir. Persiapannya pun matang-matang dilakukan dari segala keperluan dalam perolehan alih kepemimpinan di antara pengusul capres-cawapres, caleg, pilgub, dan lainnya oleh masing-masing partai politik itu sendiri. Berbagai strategi dilakukan dengan cara halus untuk menarik simpatisan kalangan masyarakat untuk ikut berpartisipasi menentukan pilihan yang tepat dalam mensukseskan pemilu di 2024 mendatang. Antara partai politik telah mengukuhkan sosok figur yang ditampilkan ke publik agar masyarakat mengetahui pemimpin yang ke depan dapat membawa Indonesia maju.
Kontestasi politik kini kian memanas yang mengakibatkan sebagian kelompok saling mengkalim kebenaran sehingga meresposisi kepentingan masing-masing partai politik, apalagi terlibatnya pejabat negara di dalamnya. Lawan politik saling menyerang antar satu lawan dengan yang lainya. Untuk menyuarakan soal ini, Armand Maulana vokalis band gigi, di sela-sela menyanyikan lagu “setia bersama menyayangi dan mencintai” menyampaikan kepada penonton bahwa “pesta demokrasi di pemilihan umum 2024 mendatang kalian mau pilih siapa saja silakan. Tapi ingat, kita harus tetap jaga negara kita Indonesia”. Seorang vokalis ikut menyuarakan hal demikian.
Pesta demokrasi 2024 mendatang tentunya pasti ada gejolak politik di dalamnya yang datangnya bisa saja dari kelompok-kelompok berkepentingan yang mencoba membuat kekacauan politik tanpa disadari. Inilah yang menjadi bahan diskusi kita dalam menyikapi tahun pemilu di 2024. Sebab banyak gejolak politik antara partai politik yang cukup memanas yang akhirnya membuat publik ikut tergiur dengan isu-isu yang mencoba mempropagandakan terkait dengan pemilu 2024. Sebut saja salah satunya yakni isu utang bakal Capres Anies Rasyid Baswedan kepada Sandiaga Uno yang diungkap oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa mencapai Rp50 miliar, dan isu-isu lainnya.
Nampaknya dalam hemat penulis semacam kampanye hitam yang bertujuan untuk menjatuhkan dan melakukan pembunuhan karakter seorang calon dengan memaparkan isu maupun rumor yang tidak benar dan tidak didukung bukti, bisa jadi ini dimungkinkan. Selain itu substansi materi kampanye hitam cenderung mengandung unsur fitnah dan tanpa beban sampai menyentuh wilayah privacy dari diri seorang calon, dan kampanye hitam dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak jelas sumbernya. Dan bisa jadi soal ini dapat dikatakan berupa kampanye negatif yang secara objektif lebih berusaha untuk membuka sisi-sisi minus seorang calon dengan referensi data yang kuat dan terbukti. Realitasnya kita ikut merasakannya saat ini di berbagai media online maupun cetak.
Ditambah lagi keadaan seperti zaman sekarang ini membuat publik begitu mudah dalam mengakses berita-berita terkini terkait dengan perkembangan politik menuju tahun pemilu 2024 yang bisa jadi antar golongan yang pro-kontra di pihak berkepentingan membuat gerakan yang dapat mengacaukan media menyebarkan informasi propaganda demi kepentingan tertentu, rela menciptakan propaganda, tanpa disadari perlahan-lahan menggoyah kebhinekaan.
Dalam mengatasi hal ini, tentu perlu untuk kita memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya menjaga persatuan dan kebhinekaan. Diperlukan adanya kesadaran untuk tetap menjaga persaudaraan. Bukan malah sebaliknya, hanya karena perbedaan politik yang dapat memicu konflik dan mengakibatkan kita menjadi terpecah belah. Ketika hak-hak berdemokrasi dan berkoalisi selesai ditunaikan. Sebagai warga masyarakat, kita menyatu kembali sebagai masyarakat yang menghargai pluralitas dan menunaikan hak-hak berdemokrasi berpendapat dan menentukan pilihan selalu ada nuansa kearifan yakni “berpisah bukan bercerai”.
Perdebatan masih saja menjadi senjata untuk “menyerang” orang lain. Dalam perspektif Al-Qur’an, perdebatan adalah fitrah kemanausiaan. Perdebatan merupakan amanat Tuhan bagi manusia. Tuhan mudah saja mempersatukan semua. Namun Tuhan berkehendak lain. Tuhan hendak menguji manusia dengan perbedaan itu sebagaimana QS. Al-Maidah 5:48 artinya; “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”
Dengan perbedaan di bidang politik, kita akan semakin tahu kelemahan dan kekuatan diri kita. Melalui perbedaan dunia ini menjadi indah. Pasalnya, banyak hal yang kita pelajari dari perbedaan itu. Kita dapat saling berlomba dalam kebajikan.
Nuansa politik harus tetap mengedepankan persatuan, bukan perbedaan yang arahnya dapat saling menyerang di antara lawanya. Hal demikian yang harus dihindari, sebab akan menimbulkan konflik horizontal antar elemen di dalam bermasyarakat bila kemudian politik kita selalu mengedepankan sikap tidak menerima perbedaan dalam berpolitikan, apalagi pesta demokrasi di tahun 2024 mendatang.
Suatu keniscayaan dalam ingatan penulis, parpol hadir bukan berarti kita selalu mengedepankan perbedaan atas kepentingan pribadi, golongan, kelompok dan apalagi etnis belaka yang mengakibatkan terjadinya ketidakharmonisan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kekhawatiran kita sebagai anak bangsa menyoal persatuan telah lama kita diperjuangkan dan dipertahankan dalam kemerdekaan. Kita berpikir hanya karena atas perbedaan demikian bisa saja sehingga mengakibat terjadinya retak, perpecahan, dan pertikaian antar setiap warga negara.
Hal demikian juga Hasan Al-Bana pernah mengatakan dalam bidang politik bahwa “menghapuskan sistem kepartaian yang memecah belah umat Islam dan mencabik-cabik rakyat menjadi kelompok-kelompok yang tidak menuntut dengan cara Islami dan hanya berselisih untuk memperebutkan keuntungan materi dan kepentingan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan umum. Dan mengarahkan kekuatan umat Islam secara politik dalam satu arah dan satu barisan.”
Dalam hemat penulis, Hasan Al-Bana mecoba melakuan kemurnian dalam bernegara dengan tidak mengahdirkan sistem kepartaian yang membuat sistem dalam bermasyarakat berkotak-kotak yang hanya mementingkan golongan yang saling merebut kekuasaan belaka. Hal semacam ini yang kemudian menjadikan kita bernegara sebagai taring kedamaian yang bukan berarti di negara demokrasi kita tidak diberi kebebasan politik. Akan tetapi tidak terlepas di dalam kontrolan pemerintah yang menaunginya.
Sebagai anak muda Indonesia, tentunya memiliki pengaruh yang cukup luar biasa dalam merawat kebhinekaan kita yang beragam ini. Olehnya itu, anak muda harus menempatkan dirinya sebagai basis perekat persatuan dan kesatuan, yang mana hal ini mengingat peristiwa lahirnya sumpah pemuda sebagai simbol pemersatu-persatuan terhadap antar elemen masyarakat. Melihat hal ini merupakan suatu kebanggaan yang amat berharga bagi bangsa Indonesia memiliki bahasa persatuan dengan beragam perbedaan. Sehingga itu sangat penting (urgen) untuk kita merawat kebhinekaan dan menjaga persatuan ini.
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa di antara bangsa-bangsa lain yang kaya akan memiliki keberagaman, budaya, ras, suku, politik, dan lainya. Hal ini menunjukkan betapa indahnya perbedaan. Analoginya, dalam hal ini sebagaimana tumbuh-tumbuhan bermacam-macam motifnya/warna yang kita jaga dan merawatnya dengan baik sehingga tumbuh subur dan nampak keindahan di mata manusia. Jadi dari berbagai macam motif tumbuhan berbunga bila disatukan, maka akan nampak keindahan yang sangat fantastis. Sama halnya dengan kebhinekaan kita, berebeda-beda namun tetap bersatu dalam kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bangsa Indonesia sudah berabad-abad lamanya hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaaan lainnya. Dalam perbedaan tersebut dijadikannya para leluhur kita sebagai perekat dan modal untuk membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. (MPR, 2012:187).
Perbedaan dipandang sebagai suatu kekuatan yang bisa mempersatukan bangsa dan negara dalam upaya mewujudkan cita-cita Negara. Di tengah kemajemukan, kita harus mengembangkan sikap saling toleran dan menghormati antar sesama dalam bidang politik yang terlihat dari sikap kita dalam kehidupan sehari-sehari. Merawat kebhinekaan kita di tengah heroik politik menuju tahun 2024 dalam hemat penulis, yakni; pertama, kehidupan bermasyarakat tercipta kerukunan dalam bidang politik layaknya seperti halnya dalam sebuah keluarga.
Kedua, antara warga masyarakat terdapat semangat gotong royong, kerja sama untuk menyelesaikan suatu masalah, dan kerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta kebutuhan khalayak masyarakat, dan kebutuhan dalam memajukan bangsa Indonesia. Ketiga, dalam menyeleaikan urusan bersama, selalu diusahakan dengan melalui musyawarah. Keempat, terdapat kesadaran dan sikap yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Wallahu ‘alam bishawab. (*)