Oleh: Raihun Anhar, S.Pd
Pemerhati Umat
ISLAM adalah agama penyempurna yang datang dari Sang Pencipta. Islam memiliki aturan hidup yang sempurna dalam mengatur segala hal. Islam adalah agama untuk seluruh umat manusia. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya ayat 107).
Islam mengatur hubungan manusia dan Pencipta (hablum minallah), hubungan sesama manusia (hablum minannas), dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablum minanafsi). Dalam hablum minannas terdapat banyak hal yang diatur, misalnya sistem politik, sosial, budaya, ekonomi, dan termasuk sistem pemerintahan (khilafah).
Khilafah adalah kewajiban yang harus diwujudkan
“Khilafah didefinisikan sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia untuk menerapkan seluruh hukum-hukum syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.” (Taqiyuddin an nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/13).
Khilafah bukan ideologi, melainkan sistem pemerintahan Islam yang mengikuti metode kenabian. Nama lain dari khilafah adalah imamah, yang pemimpinnya disebut khalifah (pengganti). Kaum muslim saat wafatnya Rasulullah Saw, mereka mengangkat pemimpin untuk seluruh kaum muslim untuk menjaga persatuan kaum muslim yang hampir pecah belah setelah Rasulullah Saw wafat. Maka diangkatkan Abu Bakar sebagai khalifah. Yang hingga kini kita kenal dengan sebutan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali).
Saat Rasulullah Saw wafat, kaum Anshar mengangkat salah seorang pemimpin dari kalangan mereka. Hal ini yang membuat pemakaman Rasulullah Saw ditunda karena berkaitan dengan persatuan kaum muslim. Persatuan kaum muslim adalah hal penting yang harus dijaga. Sehingga para sahabat sepakat (ijma sahabat) bahwa wajib mengangkat seorang pemimpin. Maka diangkatlah Abu Bakar. Pengangkatan Abu Bakar karena ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah. Sebagaimana pada saat Rasulullah Saw sakit dan tidak bisa memimpin shalat, maka Abu Bakar yang menggantikannya. Para Sahabat juga tahu bagaimana Abu Bakar dalam membela Islam. Sehingga tatkala diangkat Abu Bakar, tidak ada penolakan.
Ijma sahabat merupakan bagian dari hukum Islam, sehingga siapa saja yang menolaknya merupakan kekufuran. Hukum Islam terdiri dari Alquran, Sunnah, ijma sahabat, dan qiyas (persamaan hukum). Berkaitan dengan hal ini, Imam Syafi’i berkata:
أَنَّ لَيْسَ لاَحَدٍ أَبَدًا أَنْ يَقُوْلَ فِي شَئْ حِلٌّ وَ لاَ حَرَمٌ إِلاَّ مِنْ جِهَةِ الْعِلْمِ وَجِهَةُ الْعِلْمِ الخَبَرُ فِي الْكِتَابِ أَوْ السُّنَةِ أَوْ الإِجْمَاعِ أَوْ الْقِيَاسِ
“Seseorang tidak boleh menyatakan selama-lamanya suatu perkara itu halal dan haram, kecuali didasarkan pada ilmu. Ilmu yang dimaksud adalah informasi dari al-Kitab (Alquran), as-sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas.” (asy-Syafii, ar-Risâlah, hlm. 39).
Imam Ibnu Hajar al-Haitami berkata: “Ketahuilah pula bahwa para sahabat, semoga Allah meridhai mereka, telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting saat mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu, dengan menunda kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah Saw.” (Ibnu Hajar al-Haitami, ash-Shawa’iq al-Muhriqah, hlm. 7).
Dari ijma sahabat inilah, para ulama sepakat bahwa khilafah/imamah adalah mahkota kewajiban yang harus diwujudkan. Hal ini juga dikuatkan dalam Qur’an surah Al Baqarah ayat 30 tentang penciptaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah SWT berfirman:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً…
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi” (QS. Al Baqarah ayat 30).
Selain itu juga, Rasulullah Saw juga bersabda :
مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” (HR Muslim).
Berdasarkan hadis di atas, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (ad-Dumaiji, al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda ahl as-sunnah wa al-jamâ’ah, hlm. 49).
Khilafah, potret kehidupan bernegara yang ideal dan impian
Sejarah peradaban Islam diukir oleh khilafah. Saat Abu Bakar memimpin, terdapat beberapa kalangan kaum muslim yang tidak mau bayar zakat karena Nabi telah wafat. Kaum muslim tentu tahu bahwa bayar zakat itu wajib. Wafatnya Rasul tidak mengubah wajibnya zakat. Maka mereka diperangi hingga mau untuk membayarnya. Dengan begitu tidak ada kaum muslim yang berani melanggar kewajiban dan terciptalah kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah.
Kemudian di masa Umar bin Khattab, ia memimpin sekitar 10 tahun sampai beliau wafat. Ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas serta ditakuti para musuh. Di masa kepemimpinan Umarlah, Syam/Palestina takluk. Mereka hidup tanpa jajahan Israel. Beliau senantiasa ronda malam untuk memastikan rakyatnya baik-baik saja. Ia bahkan meminta seluruh pejabat seperti gubernur (wali) untuk tidak menjadi pebisnis. Kemudian harta mereka dicatat sebelum dan saat mereka menjabat. Apabila terdapat kenaikan harta saat memimpin, maka kelebihan itu dikembalikan ke Baitul Mal (kas negara). Tindakan ini tentu efektif untuk menjaga para pejabat dari korupsi.
Ia bahkan pernah marah kepada Amru bin Ash akibat kesalahan anaknya. Dimana anaknya menampar salah seorang tanpa sebab dan dilaporkan kepada Khalifah. Isi dari nasihat Umar :
“Ilaa mataa ista’badtum an naasa wa qod waladathum ummahatuhum ahroron? (Sampai kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka?)”.
Amru bin Ash juga pernah ditegur oleh Umar akibat mau menggusur rumah seorang Yahudi untuk memperluas wilayah masjid dan diganti rugi, tetapi Yahudi tersebut tidak mau. Lalu dia (Yahudi) melaporkan hal ini ke Khalifah di Madinah. Lalu, Umar mengambil tulang unta dan menorehkan dua garis yang berpotongan: satu garis horizontal dan satu garis lainnya vertikal. Umar lalu menyerahkan tulang itu pada sang Yahudi dan memintanya untuk memberikannya pada Amr bin ‘Ash. “Bawalah tulang ini dan berikan kepada gubernurmu. Katakan bahwa aku yang mengirimnya untuknya.
Yahudi tersebut tidak paham apa maksud Khalifah dengan potongan tulang itu. Namun ia tetap membawanya kepada Amru bin Ash. Amru bin Ash melihat itu, wajahnya pucat dan segera ia kembalikan rumah Yahudi itu.
Ada kisah menarik lain dari Khalifah Umar bin Khattab atau disapa Amirul Mukminin. Kisah tentang seorang ibu yang masak batu untuk menghibur anak-anaknya yang kelaparan. Umar mendengar tangisan anak-anak itu saat lagi ronda namun ia menyamar. Kemudian ia mendekati dan menanyakan alasan mereka menangis. Ibu itu menjawab bahwa mereka kelaparan dan sempat mengeluarkan umpatan untuk Amirul Mukminin. Begini bunyi umpatannya: “Celakalah Amirul Mu’minin Umar ibnu Khattab yang membiarkan rakyatnya kelaparan.”
Saat mendengar kekesalan ibu itu, Umar memohon ampun kepada Allah dan segera mengambil makanan di Baitul Mal. Beliau memikul karung berisi gandum. Pengawalnya menawarkan untuk membantu, akan tetapi ditolak. Kemudian ia berkata pada pengawalnya: “Apakah kalian mau menggantikanku menerima murka Allah akibat membiarkan rakyatku kelaparan? Biar aku sendiri yang memikulnya, karena ini lebih ringan bagiku dibanding siksaan Allah di akhirat nanti”. Masya Allah terharu membacanya dan hal ini digambarkan dari film Omar. Silakan disaksikan.
Kemudian Khalifah yang dikenal kisah luar biasanya adalah Mu’tashim Billah. Dimana Khalifah membela kehormatan muslimah dengan mengutus tiga puluh ribu pasukan hingga menaklukkan Ammuriyah. Kemudian Khalifah atau Sultan Abdul Hamid II yang menghentikan pementasan teater Nabi Muhammad Saw di Prancis. Membuat negara lain juga takut menista Islam. Kemudian Sultan juga tidak memberikan sepenggal tanah Syam untuk Yahudi. Hal ini juga difilmkan, dimana Theodor Herzl yang datang meminta sepenggal tanah, kemudian Sultan marah dan mengusirnya. Para Khalifah begitu luar biasa menjaga Islam dalam negara karena ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Saat kaum muslim dalam khilafah, menjadi umat terdepan dan disegani negara lain. Berbeda dengan hari ini, Islamlah agama yang sering dinista, umatnya sering dituduh teroris, dan hal buruk lainnya. Kaum muslim tertinggal karena jauh dari Alquran. Kemunduran itu disebabkan oleh sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat kaum muslim tidak mau lagi diatur oleh Islam. Walhasil khilafah berhasil diruntuhkan oleh Mustafa Kemal pada 3 Maret 1924.
Maka dari itu, kita harus mengembalikan khilafah karena merupakan kewajiban. Dengan khilafah kehidupan kaum muslim akan lebih baik dan terjaga. Islam terjaga dan tidak ada negara yang berani merendahkan kaum muslim, menghina Islam, dan kaum muslim akan mampu mengukir peradaban dunia yang gemilang sebagaimana dahulu khilafah mengukirnya. Kaum muslim unggul dalam pengetahuan dan teknologi serta menjadi umat yang terbaik. Sebagaimana firman Allah:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran ayat 110). (*)