Opini  

Hijrah dan Tantangan Intervensi Kritik Kritis

Rasna Said.

(Catatan untuk Yahya Alhaddad, Calon DPRD Kota Ternate)

Oleh: Rasna Said

Alumni Antropologi Universitas Khairun Ternate

SETELAH membaca artikel Yahya Alhaddad yang dipublikasikan di nuansamalut.com berjudul: “Hijrah”. Dia menjelaskan “bahwa, dengan tekad dan niat untuk hijrah ke dunia politik praktis tak terbatas pada membumikan gagasan, teori, konsep, tetapi sekaligus meluaskan pengetahuan akademik di kalangan masyarakat lapis bawah sebagai alas kesadaran. Sebab, solusi terbaik memecahkan persoalan sosial adalah mempunyai legal otoritas—intervensi.

Sebagai makhluk sosial, kita selalu berkeinginan untuk mengetahui tentang kepribadian seseorang atau orang lainnya. Rasa ingin tahu tentu menimbulkan banyak tanya tentang latar belakang, kepribadian, sifat seseorang entah baik dan tidaknya terletak pada aktivitas praktisnya. Yang menurut Erich Fromm, seseorang dianggap baik dan tidaknya terletak pada: rasa perhatian, tanggung jawab dan kepedulian.

Yahya Alhaddad, yang dikenal luas di kalangan masyarakat sebagai akademisi dan cukup disegani karena kemampuan akademiknya. Pembawaan, pergaulannya tak lagi diragukan di kalangan mahasiswa, aktivis, organisasi kemahasiswaan, organisasi gerakan dan pemuda. Popularitasnya terbilang cukup menggaung selain karena kemampuan akademik; aktif menulis media lokal, melakukan riset dan aktif dalam kegiatan lainnya seperti dialog publik serta pendampingan masyarakat lewat kerja-kerja Non-Governmental Organization (NGO).

Keterkenalan dan pergaulannya yang tak tebang pilih membuat banyak kalangan anak muda merasa senang, nyaman dengannya, tetapi juga dibutuhkan mental baja jika tingkat keakraban telah cukup erat. Sebab jika kalau sudah marah, naik pitam laiknya bak petir mengguncang dunia pikiran menembus jiwa dan jika sudah begitu maka—Anda terasa akan diterkam atau dimangsanya—belum lagi diceloteh sepanjang waktu. Akan tetapi, bagi saya kemarahannya bukan tanpa alasan—ada alasan kuat.

Namun, yang uniknya pada sosok Yahya Alhaddad, adalah sekalipun kerap emosinya meluap tetapi ibarat debu terhempas angin. Bagi saya emosional tersebut adalah suatu hal yang alami sebab itu merupakan sifat dasar manusia di saat berhadapan dengan situasi.

Sekalipun demikian, tingkat keterkenalan dan keakrabannya dengan masyarakat luas—khusus kalangan anak muda selain kemampuan akademik, rasa perhatian, tanggung jawab dan kepeduliannya yang kerap membantu jikala orang lain dalam keadaan terjepit. Adalah suatu tanggung jawab moril tampak dipegang teguh oleh sosok Yahya Alhaddad dan bagi saya, hal inilah membuat ia begitu disenangi, diakrabi oleh kalangan anak muda dan masyarakat luas.

Tanggung jawab moril yang dipegangnya merupakan prinsip keadilan dan bagi saya prinsip tersebut sudah banyak melekat pada “intelektual” yang berada dalam ranah akademik. Namun, bila mereka terjun dalam dunia politik praktis prinsip keadilan tersebut terasa rapuh kala memegang jabatan publik.

Sudah cukup banyak fakta bahwa politisi cenderung mementingkan jabatannya dan kepentingan oligarki ketimbang masyarakat umum. Seperti juga Yahya Alhaddad yang bertekad kuat hijrah dari dunia akademik ke politik praktis, mencalonkan diri sebagai DPRD Kota Ternate. Saya bukan tidak meragukan kemampuan intelektual, moralitas dan integritasnya.

Tetapi, apakah niatan baiknya untuk membumikan ide, gagasan, teori, konsep demi kepentingan masyarakat sebagaimana dijelaskan dalam artikelnya bisa dipertanggungjawabkan apabila terpilih menjadi DPRD. Saya kira ini adalah pertanyaan yang bukan dibutuhkan sebuah penjelasan teoritik, akan tetapi, pertanggungjawaban moril secara praktis: hasil kerja nyata.

Oleh karena, mengingat sistem pemerintahan, birokrasi kita sekarang ini makin cenderung mengutama logika rasionalitas regulasi, aturan-aturan normatif yang dalam konteks praktis sangat tidak mungkin didorong secara kritis. Logika kemapanan dalam sistem pemerintahan ibarat jeruji besi yang teramat sangat sulit dijebol dengan pendekatan kritik kritis akademik.

Bagi saya ini adalah tantangan besar untuk Yahya Alhaddad, apakah dapat menjebol jeruji besi tersebut bila terpilih sebagai DPRD nantinya. Yakni upaya membumikan ide, teori, konsep melalui intervensi kritik kritis akademiknya selaku akademisi di ranah legislatif. Wallahu’allam. (*)