Oleh: Rumia Usman
Mahasiswa KKN di Desa Saria
KITA harus mengakui bahwa kita sebagai manusia pasti mengalami yang namanya rindu, karena rindu adalah perasaan yang kita miliki atau seseorang, atau dia, atau bahkan juga kau. Sebab kita sebagai manusia memiliki empat unsur di dalam diri, yaitu emosi, empati, kepedulian, serta kasih sayan. Sekalipun kita ingin menghindari hal itu, namun semua butuh proses dan waktu yang cukup untuk mereda sebuah kerinduan yang kita alami.
Berbicara persoalan rindu, bagi saya sangat luas, di antaranya rindu kebersamaan keluarga saat kita jauh dari mereka, kemudian rindu sanak saudara, teman-teman, bahkan tempat-tempat yang sudah kita menjejakinya. Karena rindu juga didasari oleh kenangan, artinya bahwa hal-hal yang sudah kita lewati tentu menjadi sebuah kenangan dan kenangan itu baik buruknya tetap harus mengakui. Dari sisi kenangan itulah yang menimbulkan sebuah kenangan, antara kenangan yang bercampur aduk dengan kerinduan kita yang harus dilawan, tetapi bukan mengingkari atau melupakan.
Cara ampuh untuk melawan sebuah kenangan dan rindu ada dua pilihan yang harus kita gunakan dan menjadikan sebagai senjata utama, yaitu kesabaran dan keikhlasan. Sebab sabar kita akan menemui sebuah jawaban. Betapa tidak, dengan bersabar maka kita bisa meyakinkan bahwa badai pasti berlalu, laut di tepian pantai akan surut, dan hujan pasti reda. Sementara sebuah keikhlasan, saya mengakui dan berkata bahwa ikhlas itu bohong, karena kenapa ..? Seseorang yang mengikhlaskan sesuatu itu sangat sulit dan mudah adalah ucapan dari bibir, sementara hati hanyalah keterpaksaan saja. Akan tetapi jika kita menyikapi dengan baik, maka kita akan bisa melewati hal itu.
Hal tersebut apabila kita menyikapi secara agama tentunya harus mendekatkan diri kepada sang maha kuasa (ALLAH SWT) dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan, di antaranya kita melaksanakan salat sebagai kewajiban umat beragama Islam dan membaca Al-Qur’an. Mungkin itu yang harus didahului ketika kita merasakan dua hal tersebut, karena dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, kita mungkin dapat menyerahkan semua kepada-Nya. Selain itu dengan membaca Al-Qur’an, mungkin kita menjadi lebih tenang. Di sisi lain, kita juga dapat melakukan dengan cara berzikir, dengan zikir itu kita dapat menemukan jawaban dalam kegelisahan atau kita yang sementara merasakan ada hal-hal yang berkaitan dengan yang namanya hati susah.
Judul yang saya usung menjadi satu alasan yang lahir melalui dari hati dan perasaan. Judul di atas jjuga mungkin bagi saya adalah sebuah realita. Kala itu, saya termasuk salah satu mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) Kolaborasi Nusantara (KN) di Desa Saria. Kami berjumlah sebanyak 15 orang yang terdiri dari 4 laki-laki dan 11 perempuan. Dari 15 mahasiswa-mahasiswi itu di dalmnya terdiri atas beberapa instansi atau almamater, karena ada dua orang mahasiswi dari luar Ternate yaitu dari Kampus UIN Sunan Ampel Surabaya dan mahasiswi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado, sementara kami yang berjumlah 13 orang adalah mahasiswa-mahasiswi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Ternate.
Durasi waktu yang di berikan oleh pihak kampus selama 40 hari untuk kami melakukan KKN dis ana, dengan berbagai program pokok yang kami bawakan dari kampus, kemudian dituangkan kepada masyarakat di Desa Saria. Salah satunya melihat potensi yang ada di desa setempat. Di sana, kami temukan potensi yang sangat besar dalam sektor perikanan yaitu nelayan. Kemudian kami angkat dan menciptakan satu produk bersama ib- ibu dan pemuda-pemudi di desa setempat. Adapun produk yang kami ciptakan adalah produk Abon yang kami beri nama produk Nyao Abon Saria.
Produk Nyao Abon Saria ini diambil dari bahasa Ternate yang artinya ”Ikan Abon Sari”.
Kemudian produk tersebut sudah dipasarkan dan sudah di-launching pada 28 September oleh istri Bupati Haalmahera Barat,yaitu Ibu Meri Uang Popala selaku Ketua Tim Penggerak PKK Halmahera Barat. Hal ini patut kami apresiasi atas kerja samanya para ibu-ibu dan pemuda-pemudi setempat dalam hal ini sudah membantu, mengawal kami sejak datang hingga kembali ke kampus tentunya.
Selain itu, pemuda juga menuangkan beberapa item kegiatan yang harus kami penuhi dan sepakati bersama. Para pemuda setempat juga ,menawarkan kegiatan fisik maupun non fisik. Di antaranya lomba bola kaki, karena banyak sekali peminat dan di desa itu yang berharap melahirkan pemain-pemain hebat, baik dari usia dini hingga dewasa. Kemudian kami juga mengadakan kegiatan pawai obor dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 serta mengadakan kegiatan pentas seni dan budaya. Sebab di desa tersebut masih menjaga tradisi leluhur dan masih sangat kental budayanya.
Sengaja saya mengangkat judul tersebut dikarenakan desa ini memiliki dua soa yaitu Soa Facei dan Falahu yang saat ini kita kenal dengan Desa Saria. Desa saria ini terletak di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat. Desa ini berada paling ujung (pesisir). Hal itu tentu banyak orang sudah mengenal bahwa desa tersebut memiliki hasil laut yang sangat besar dengan hasil tangkapan yang begitu banyak. Orang-orang biasa menyebutkan bahwa Desa Saria adalah lumbung ikan di Halmahera Barat, karena menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat setempat sebagai nelayan, dan ini diakui semua kalangan Maluku Utara, terlebih khsususnya di Kabupaten Halmahera Barat.
Dengan demikian, kita juga berpikir persoalan potensi di Desa Saria. Karena itu, kami berinsiatif untuk berkolaborasi dengan pemuda-pemudi, sehingga terciptanya produk Nyao Abon Saria. Inilah yang menjadi sebuah kenangan dan akan selalu kami rindu ketika kami telah kembali ke kampus, dan ini terbukti yang kami alami saat ini. Olehnya itu, saya merasakan bahwa ada rindu yang masih tertinggal di sana. Itu sebabnya, kami punya keinginan yang begitu besar akan kembali, karena kebersamaan kami dengan orang-orang di sana, terutama saling menyapa penuh canda tawa.
Ada satu buah pantun yang berbunyi seperti ini ” Rumput liar di atas tikar, ditumbuhi si bunga mawar, kalau rindu semakin mekar, hanya fotomu jadi penawar. Pantun ini bagi saya lebih condongnya ke persoalan kenangan yang membuat kita rindu, karena berbagai momen yang dilewati secara bersama pasti memiliki sebuah dokumen atau potret. Apalagi kita yang berada pada zaman digitalisasi saat ini, semua canggih dan itulah alasan kenapa saya mengatakan bahwa ada rindu yang tertinggal di tanah Facei dan Falahu.
Akhir kata, saya mengutip sepatah kata dari Arief Subagja ia mengatakan “Matahari mengajarkan kita bahwa pada setiap pertemuan yang hangat, terdapat sebuah perpisahan yang indah.”
Saya menutup dengan syukur dofu-dofu pemuda Soa Romdidi Is The Best. (*)