Oleh: Nawal El Akhfa
Pegiat Pilas
___
LAKI-laki memegang kendali atas semua aspek kehidupan (pendidikan, ekonomi, politik, dan pekerjaan), laki-laki berperan sebagai penguasa tunggal dan sentral. Praktik tersebut kita kenal dengan praktik patriarki yang membuat perempuan terdiskriminasi. Tradisi dan mitos yang mengatakan perempuan adalah makhluk lemah, tidak punya kemampuan apa-apa, menggantungkan hidup dan nasib terhadap lelaki. Tanpa sadar, tradisi ini telah menghambat langkah perempuan dan hidup dalam keterbatasan. Perempuan dianggap tidak pantas mengurus hal lain kecuali yang berkaitan dengan urusan rumah tangga (dapur, sumur dan kasur).
Ketidakadilan gender yang merambah hingga ke berbagai aspek kegiatan manusia tak terkecuali pada aspek kebudayaan, menyebabkan perempuan hanya bisa memiliki sedikit hak dalam mengatur hidupnya. Stereotype gender juga dapat mempengaruhi pemilihan karir dan ekspektasi masyarakat terhadap kemampuan perempuan. Budaya patriarki membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan terjadinya pembagian kerja sosial dalam masyarakat. Menurut Durkhaime dalam Indarti (2019) pembagian kerja berawal dengan adanya perubahan dalam diri individu melalui proses sosialisasi dan diinternalisasikan. Orang-orang di lingkungan individu beraktivitas (menjalani keseharian) punya andil besar pada proses pembentukan karakter.
Budaya patriarki membuat perempuan menjadi terbelengu dan sering mendapatkan perlakuan diskriminasi. Kepercayaan gender setiap individu yang jelas mempunyai persepsi dan interpretasi yang berbeda menghasilkan anggapan-anggapan mengenai citra perempuan dan laki-laki yang berbeda dan tidak sesuai dengan realitas dasarnya. Padahal kurangnya pengetahuan lelaki dalam menyikapi tradisi dan budaya yang diterima secara turun-menurun, tidaklah mutlak kesalahan mereka saja. Tidak bisa dinafikan bahwa setiap orang memandang realitas dan memaknainya tidak terlepas dari pengaruh budayanya. Perlu penglihatan lebih luas dalam melacak ketimpangan budaya patriarki.
Melalui beberapa pendekatan, peran perempuan dapat kita lihat kiprahnya dalam membentuk perbedaan perilaku, status, dan otoritas antara laki-laki dan perempuan. Hal itu memberikan persepsi tersendiri sehingga memaksakan seperti apa perempuan harus berperan. Namun pada kenyataannya peran perempuan dalam proses pembangunan baik langsung maupun tidak langsung, dapat dikatakan merupakan bukti nyata. Kiprah bagi kaum perempuan di Indonesia telah terbuka sebagai buah hasil dari perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam memperjuangkan hak-haknya di segala aspek kehidupan masyarakat.
Saat ini sudah banyak perempuan yang bisa memimpin organisasi, komunitas, bahkan negara, seperti halnya Dina Ercilia yang menjadi Presiden Peru, perempuan 61 tahun tersebut menjadi perempuan pertama yang menjadi Presiden Peru pada Desember 2022 lalu. Atau yang paling dekat dengan kita yaitu Ibu Sri Mulyani yang menjadi Menteri Keuangan, ada juga Ibu Khofifah Indar Parawansah yang pernah memimpin Jawa Timur. Fakta tersebut menunjukkan bahwa perempuan tidak lagi terkungkung dalam ruang domestik saja, perkembangan pemikiran bagi kaum perempuan dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dalam kancah politik maupun organisasi.
Perempuan berperan penting dalam kesejahteraan masyarakat dari skala yang paling kecil seperti pembentukan keluarga, maupun dalam pembangunan skala besar seperti pembangunan nasional. Pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari upaya pembangunan nasional. Mengingat pesatnya perubahan sosial, budaya, dan ekonomi yang terjadi di dunia saat ini, pemberdayaan perempuan merupakan upaya berkelanjutan yang harus mengikuti perubahan tersebut.
Perspektif keamanan nasional menekankan bahwa identitas nasional terkait erat dengan peran dan tanggung jawab perempuan, bahkan menjadi tolak ukur keberhasilan perempuan dari suatu bangsa. Jika seorang wanita baik, maka bangsa akan makmur; sebaliknya, jika dia tidak bertindak dengan baik, bangsa itu akan hancur. Di sinilah pentingnya peran perempuan dalam segala aspek kehidupan, khususnya dari perspektif keamanan nasional.
Seiring berjalannya waktu, perempuan mulai bangkit dan berhasil membuktikan bahwasanya keberadaan mereka layak untuk diperhitungkan. Kecerdasan serta kepiawaian perempuan-perempuan Indonesia khususnya, tidak bisa lagi dianggap remeh karena telah turut berkontribusi terhadap pembangunan dan generasi unggul yang telah perempuan rawat sedari masih dalam kandungannya. Menyadari betapa pentingnya peran perempuan dalam pembangunan, pemerintah membidik empat sektor utama yakni di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, serta terkait pencegahan kesehatan. Disamping itu langkah strategis disiapkan untuk mengatasi isu pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, sekaligus mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustaunable Development Goals (SDG’s), terutama tujuan kelima yaitu kesetaraan gender. (*)