Hukum  

Konstruksi Kasus Suap yang Bikin Gubernur Maluku Utara Jadi Tersangka

Gubernur Maluku resmi ditetapkan sebagai tersangka.

JAKARTA, NUANSA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka kasus suap proyek infrastruktur.

Selain Gubernur AGK, lembaga antirasuah ini juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka. Mereka ini terdiri dari pejabat di lingkungan Pemprov Malut dan pihak swasta, yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Daud Ismail, Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Rakyat (Disperkim) Adnan Hasanudin, Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPPJ) Ridwan Arsan, ajudan Gubernur AGK berinisial RI, serta ST dan KW dari pihak swasta.

Sebagai salah satu provinsi di Indonesia Timur yang mendapatkan prioritas untuk mempercepat proses pengadaan dan pembangunan infrastruktur, Provinsi Maluku Utara melaksanakan PBJ yang anggarannya bersumber dari APBD.

AGK disebut ikut serta dalam menentukan pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan dimaksud. Ia memerintahkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail dan Ridwan Arsan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Maluku Utara.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar.

Di antaranya untuk pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Ranga Ranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo. Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, Alex menyebut AGK juga sepakat dan meminta Adnan Hasanudin, Daud Ismail dan Ridwan Arsan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.

“Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu KW. Selain itu, ST juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya,” kata Alex.

Teknis penyerahan uang melalui tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung, kata Alex, adalah hasil ide antara AGK dan RI.

“Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK,” ungkap Alex.

Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar. Uang tersebut di antaranya digunakan untuk kepentingan pribadi AGK guna pembayaran menginap hotel dan dokter gigi.

Alex menjelaskan, KPK juga menemukan dugaan AGK menerima uang dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara. Alex menyampaikan temuan fakta tersebut akan didalami lebih lanjut.

“KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas dukungan penuh dari Satuan Brimob dan Polda Maluku Utara dalam kegiatan tangkap tangan yang KPK lakukan ini,” ucap Alex.

AGK, RI dan Ridwan Arsan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail, ST dan KW disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus ini terungkap dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK yang digelar di Jakarta Selatan dan Kota Ternate, Senin (18/12). KPK menangkap 18 orang dalam operasi senyap tersebut.

Selain itu, KPK turut mengamankan barang bukti berupa uang sekitar Rp725 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan Rp2,2 miliar. (tan)

Exit mobile version