Oleh: Cahya Ramadhania Shinta
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Walisongo Semarang
__________
ISTILAH “pembangunan” pasti saja terarah ke sektor ekonomi. Dalam hal ini adalah terkait pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan kesejahteraan sosial. Jika sasaran dari pembangunan kita peras menjadi satu kata yaitu sejahtera.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sejahtera diartikan aman sentosa dan makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan). Sehingga lawan dari pada sejahtera adalah penindasan.
Sudah 79 tahun Indonesia merdeka, tetapi masih terbelenggu dengan penindasan, baik dari luar negeri maupun dalam negeri itu sendiri. Semua itu terjadi akibat proses pengelolaan pembangunan di skala desa belum berjalan dengan baik. Jangankan sampai di tahap keberlanjutan, pertumbuhan di segala sektor pun melemah karena masyarakat pengangguran dan yang putus sekolah banyak di dapatkan di wilayah pedesaan.
Pembangunan desa yang berkelanjutan merupakan kegiatan pembangunan yang terjadi pada masyarakat desa yang dipicu oleh keinginan untuk maju dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus disertai dengan pemerataan di segala sektor. Sehingga dalam jangka panjang akan terjadi efek simultan antara pertumbuhan ekonomi, peningkatan konsumsi masyarakat dan tabungan masyarakat desa setempat menuju pada pemberdayaan. Pemberdayaan yang dimaksud harus melahirkan kemandirian, kolaborasi, dan kreatifitas sosial (Andi Antono dkk., dalam jurnal AsIAN, Vol. 08, No. 02: 2020).
Menurut Prof. Emil Salim, pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menyelaraskan sumber daya alam dengan pembangunan manusia (Veronica, dalam jurnal Dinamika Ekonomi Syariah, Vol. 9, No. 2: 2022).
UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, menjelaskan tentang pembangunan berkelanjutan adalah suatu upaya terencana dan sadar yang memadukan aspek sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi dalam strategi pembangunan.
Jadi terdapat tiga sasaran utama dalam dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu sosial, lingkungan, dan ekonomi. Kalau kita lihat secara global, agenda pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) tujuannya adalah untuk menghilangkan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga kestabilan.
Secara realitas, lingkungan global malah menjadi semakin parah, global warming (pemanasan global) bukan menjadi isu lagi, tetapi sudah sangat dirasakan dampaknya bagi masyarakat dunia. Iklim ekstrem sering terjadi di berbagai kawasan di belahan dunia ini. Emisi gas karbon sulit dikendalikan, lapisan ozon menipis bahkan sudah ada yang bocor (hasil penyelidikan NASA 16 tahun yang lalu). Artinya bahwa, organisasi dunia dalam hal ini adalah PBB masih belum berhasil melaksanakan program pembangunan berkelanjutan tersebut tanpa ditopang pembangunan dari desa.
Pembangunan Desa Berawal Dari Keluarga
Aristoteles mengatakan dalam bukunya Politea, bahwa awal-mula terbentuknya suatu negara adalah berawal dari sebuah keluarga. Dari keluarga menjadi kelompok masyarakat, kelompok masyarakat membentuk suatu perkampungan, berkembang menjadi desa, desa menjadi kabupaten atau kota, dan selanjutnya terbentuklah sebuah negara.
Keluarga adalah awal-mula membentuk kepribadian manusia. Tumbuh dan kembangnya seorang anak tergantung didikan dari orang tuanya. Jika orang tuanya buruk, akan melahirkan generasi buruk. Sebaliknya, jika orang tuanya baik, maka akan terlahir generasi yang baik pula.
Secara agama, tolak ukur kebaikan seseorang atau seseorang dikatakan baik apabila ia taat menjalankan perintah Tuhan dengan rajin beribadah. Misalnya dalam agama Islam ialah melaksanakan salat, menjalankan puasa di bulan suci ramadhan, rajin membaca Al-Quran, senang bersedekah, dan yang menjadi dasar adalah tuntunan kitab suci (Al-Quran) dan sunnah-sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam (Al-Hadits).
Dalam konteks sosial-budaya, seseorang dikatakan baik dilihat dari cara berjalan, berbicara, dan tingkah laku dalam suatu kelompok masyarakat. Artinya kebaikan ini sangat mengedepankan budi pekerti yang luhur, menebarkan kemanfaatan, dan kenyamanan.
Akhir-akhir ini terjadi berbagai tindak kriminal di mana-mana. Sebagian besar terjadi di lingkungan keluarga. Ada kasus pencabulan, pemerkosaan, pembunuhan, KDRT, miras dan narkoba, judi (judi online) dan pinjaman online, dan masih banyak lagi. Hal ini dipicu kerana dua faktor, pertama karena lemahnya iman (kepercayaan kepada Tuhan), dan kedua karena kurangnya bersosialisasi.
Desa tidak akan berkembang hingga ke titik keberlanjutan tanpa ditopang dengan keluarga yang baik. Pembangunan di desa akan terlihat jika masyarakatnya taat beribadah kepada Tuhan, rajin bersosialisasi (silaturahmi), saling membantu antara satu dengan yang lain, gotong-royong, menjaga keamanan dan kenyamanan, dan semangat pemuda dalam belajar dan berkarya.
Sinkronisasi Tiga Pilar
Secara umum, tiga pilar pembangunan desa adalah Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bintara Pembinaan dan Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas), dan Kepala Desa. Tetapi yang dimaksud tiga pilar di sini yaitu, Keluarga, Lingkungan Masyarakat, dan Pemerintah Desa.
Keluarga
Keluarga yaitu terdiri dari Ayah, Ibu dan Anak. Dari ketiganya memiliki peran masing-masing. Semua pelaksanaan berawal dari perencaan (niat) yang matang. Mulai dari didikan dalam membesarkan anak, memilih teman bermain yang baik, mencarikan tempat belajar (sekolah, madrasah, pondok pesantren, atau dengan nama lain) yang baik dan berkualitas, hingga memilih pasangan hidup dalam lingkungan masyarakat.
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan Masyarakat yaitu beberapa anggota keluarga yang terhimpun dalam kelompok sosial, baik kelompok anak-anak, kelompok remaja dan pemuda, kelompok ibu-ibu, kelompok tani, kelompok nelayan, dan kelompok sosial lainnya.
Pemerintah Desa
Pemerintah Desa yaitu beberapa anggota keluarga yang dipilih oleh kelompok masyarakat yang mewakili pembangunan di desa.
Tiga pilar ini jika berjalan dengan baik, maka proses pemerataan ekonomi dan kesejahteraan sosial akan terwujud. Tahapan pembangunan desa akan nampak bahagia jika dikerjakan bersama, secara gotong-royong, hingga ke arah pertumbuhan keberlanjutan. Dari keluarga untuk pembangunan desa, dan dari pembangunan desa untuk kemajuan Indonesia. (*)