Oleh: Muis Djamin
Koordinitor J’ELANG24
Bukan hanya sebuah nama, tetapi telah menjelma menjadi fenomena. Pekikan suaranya menelurkan asa, mendekatkan kenyataan. Elang tidak pernah kaku dalam kompetisi politik. Dua kali kalah bertanding ia tetap tangguh, bahkan dua kali terpilih sebagai anggota dewan perwakilan rakyat tingkat provinsi tak membuatnya sombong.
Kesemuanya adalah pengalaman perjuangan politik yang paling mempengaruhi hidupnya. Esensi hidup baginya adalah kompetisi tanpa akhir. Kompetisi menitihkan bakti, sehingga sampai kesimpulan bahwa hidup adalah bhakti. Elang bukan sekadar politisi, tapi sekali lagi, ia adalah fenomena, yang akan menitipkan spirit perjuangan politik bagi generasi akan datang.
Ketika dua kali kalah kontestasi pilkada, Elang memetik spiritnya, bahwa kemenangan hanya milik orang yang berjuang. Berjuang adalah sebuah keniscayaan. Kemenangan sejatinya adalah anugerah dari Allah yang diberikan bersamaan dengan usaha yang dilakukan manusia sebagai tebusan jerih payah perjuangan.
Saat dua kali terpilih sebagai wakil rakyat, Elang kemudian menyadari betapa pentingnya merawat konstituen pemilih. Merawat konstituen adalah merawat komunikasi, merawat silaturahmi dan juga merawat kebaikan bersama. Tidak lantas terpilih, lalu mengabaikan suara konstituen. Suara Rakyat Suara Tuhan. Slogan itu selalu melekat kuat dalam benak Elang.
Kini, kepakan sayap Elang kian jauh dan luas, mengelilingi setiap inci wilayah Moloku Kie Raha. Atas restu seluruh rakyat negeri ini, Elang diberikan kesempatan berjuang lagi, melayani seluruh negeri. Puncak Gosale sebagai titik kordinat memantau dengan kebijaksanaan menyapa antara sesama. Tanpa henti, Elang terus melangkah, dari desa ke desa, lorong ke lorong untuk berbagai rasa, meramu asa untuk masa depan semua kita. MARIMOI.(*)