Opini  

Alam Dalam Cengkeraman Kapitalisme

Oleh: Rahmat Umarama
Jurusan Sosiologi FISIP UMMU
Pegiat PILAS Institute

__________________

DI bawah langit yang indah awan bergerak dalam diam, bumi diwarnai dengan cahaya matahari yang memberikan kehangatan, dibalik itu udara memberikan kesejukan bagi setiap kehidupan. Pohon tumbuh tanpa suara, sungai mengalir tanpa paksaan. Semuanya bekerja dengan harmoni, dalam mekanisme yang diperintahkan Tuhan kepada manusia. Di atas bumi tempat manusia menjalankan aktivitas yang direstui alam, dan tempat manusia merefleksikan kehidupan, menimbah ilmu, berhelai dengan budaya, bahkan mencari jati diri mereka.

Manusia yang diberikan amanah sebagai seorang khalifah (pemimpin), baik untuk memimpin manusia dan juga bumi itu sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah ketika perang badar, beliau mengingatkan agar pasukannya tidak menebang pohon atau merusak kebun kurma, sebab alam adalah ekosistem yang menjadi perhatian utama pada zaman Rasulullah, wasiat ini adalah salah satu etika berperang dan bagaimana caranya menjaga alam yang memberikan kehidupan untuk manusia.

Alam dan manusia mempunyai ikatan fenomenalogis yang tidak bisa dipisahkan. Tugas manusia merawat, menjaga, dan melestarikan alam untuk memberikan kekayaannya terhadap manusia. Sehingga langit menjadi orang ketiga atas saksi dan partisipasi terhadap alam dan manusia. Langit menurunkan hujan untuk kesuburan tanah, sehingga biji-bijian akan tumbuh dan menghasilkan buah yang lezat untuk di makan oleh manusia.

Sayangnya, para penguasa telah menjalankan suatu praktek perampasan secara paksa terhadap masyarakat, sehingga menjadi kekacauan masyarakat adat dan perusahaan. Namun, bagi kaum kapitalisme tanah merupakan suatu perbincangan kekuasaan serta meningkatkan akumulasi kapital, sehingga alam menjadi objek perbincangan bagi kaum kelas atas. Bahkan penyelewengan terhadap lingkungan secara implisit juga telah menodai perintah Allah SWT. Untuk membangun bumi, memperbaikinya, serta melarang segala bentuk perbuatan yang dapat merusak dan membinasakan, seperti dalam firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 56. Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut “ tidak akan diterima” dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Namun, dibalik semua itu manusia yang tidak memiliki hati nurani (kapitalisme), telah menghancurkan alam demi mendapatkan hasil bumi, (rempah-rempah dan hasil alam lainnya) yang menjadi objek utama bagi kaum kapitalisme, maka dari itu kapitalisme jadikan hasil bumi sebagai kemakmuran pribadi dan kelompok. Sebagaimana yang diungkapkan Marx dalam Justen Gaarder Dunia Shopie (1996:620), menganggap kapitalisme adalah bentuk masyarakat yang tidak adil. Mereka, “kaum kapitalis” akan menggunakan kekuasaannya untuk mengatur segala sistem, bahkan aparat kemanan menjadi penghalang sebagai alat komoditas. Ketika satu negara telah membentuk kekuasaan, maka keseimbangan hidup dan penindasan terhadap rakyat akan menjadi budaya. Seorang filosof moral Jhon mengatakan, mereka berkewajiban untuk mempertimbangkan setiap perincian, sebab begitu mereka sampai pada suatu persetujuan dan setiap orang telah menandatangani undang-undang tersebut mereka semua akan mati, (Dunia Shopie,1996).

Dengan ini warga membuat suatu perlawanan berupa aksi, pihak keamanan menjadi tameng berupa tindakan represif bahkan melakukan perbuatan agresif terhadap warga. Seperti yang terjadi di Halmahera Timur, Maba Tengah, PT. Sembaki Tambang Sentosa (STS) melakukan penyerobotan lahan adat seluas lebih dari 25 hektare tanpa izin dan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang jelas. Dari perampasan itu, pihak keamanan selalu menjadi tameng pemodal. Terbukti ketika masyarakat adat melakukan aksi pada 28 April 2025, mereka justru dipaksa bubar oleh aparat keamanan dengan tembakan gas air mata bahkan tiga orang terluka terkena selongsong peluru. Hal ini jelas bertentang dengan UUD 1945, khususnya Pasal 30 ayat (4), menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri ) merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Sedangkan yang terjadi saat ini, pihak terkait tidak menjadi keamanan bagi masyarakat malah sebaliknya menjadi musuh bagi masyarakat dan menjadi tameng bagi kepitalisme untuk mencuri hasil alam milik warga.

Sehingga muncul pertanyaan yang dalam benak warga, kami tidak merampas dan mengganggu mereka, tapi kenapa mereka merampas hak kami bahkan menyiksa kami? ucap seorang warga. Apakah manusia kelas rendah sudah dikodratkan untuk di tindas dan dirampas?. Padahal dalam 28H ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Jika sistem kapitalisme jadikan tenaga manusia sebagai komoditas, disinilah letak kejahatan sosial yang paling mendasar yakni: perampasan hasil kerja oleh segelintir golongan pemilik modal. “Maka pihak keamanan menjadi alat bagi kapitalisme, dan membiarkan para korporat mencuri hasil alam dengan segala cara “kekerasan”. Jika kau tahu bahwa kesadaran adalah sebuah cinta. (*)

Exit mobile version