Nasib Pembangunan RSUD Sofifi Masih Suram

Proyek pembangunan RSUD Sofifi. (Istimewa)

SOFIFI, NUANSA – Progres pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sofifi, Maluku Utara, hingga September 2023 masih abu-abu alias ‘suram’ lantaran belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Pasalnya, proyek yang menggunakan dana pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp18 miliar ini ditemukan adanya ketidaksesuaian progres di lapangan. Bahkan, PT SMI disebut telah melakukan pemutusan kontrak terhadap proyek tersebut.

Ini terkuak dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dan IV DPRD bersama Dinas Kesehatan Maluku Utara di Kota Ternate, Sabtu (16/9).

Kepala Dinas Kesehatan Malut, dr. Idhar Sidi Umar, mengaku kerja sama dengan pihak PT SMI sudah berakhir alias putus kontrak beberapa bulan lalu. Meski demikian, kata dia, PT SMI telah mencairkan dana sebesar Rp18 miliar untuk penganggaran fisik sebesar Rp12,6 miliar dan pengadaan mekanikal eletrikal (ME) senilai Rp5,6 miliar.

“SMI sudah dihentikan (putus kontrak) dan kita diminta segera selesaikan yang masih kurang. Kita akan tinjau di lapangan sesuai progres atau tidak. Tapi untuk pencairan 15 persen dalam RDP semuanya sudah saya sampaikan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, progres pekerjaan di lapangan saat ini mencapai 14,7 persen. Jika ditambahkan material, maka sudah menyentuh di angka 18,2 persen. Kendati begitu, anggaran yang sudah dikucurkan tidak berbanding lurus dengan progres kerja.

“Pencairan tidak sesuai dengan progres, masih kurang sedikit. Untuk kelanjutan pembangunan, anggarannya nanti diputuskan DPRD, mungkin menggunakan APBD. Kalau dari perencanaan khusus fisik dibutuhkan anggaran Rp125 miliar. Makanya DPRD bilang, selesaikan dulu pekerjaan sisanya baru dikucurkan dana,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Malut, Rusihan Jafar, menegaskan masalah pembangunan RSUD Sofifi terletak pada perencanaan awal, karena anggaran fisik dan ME diatur dengan paket terpisah. Imbasnya, progres fisiknya baru mencapai 14 persen, tetapi anggaran ME sudah dicairkan 15 persen.

“Kesalahannya terletak di konsultan perencanaan. Seharusnya kedua pekerjaan tersebut antara fisik (bangunan) dan ME dipaketkan bersamaan. Tetapi yang terjadi, paket diatur berbeda kemudian dilelang bersamaan, tentunya pencairan juga berbeda,” kata dia.

Menurutnya, progres pekerjaan tersebut baru menyentuh di angka 15 persen atau menghabiskan dana Rp12,6 miliar dengan total pagu Rp84 miliar, tetapi progresnya baru 14 persen. Itu artinya pencairan tidak sesuai, karena masih kurang satu persen.

“Anehnya lagi, struktur bangunan belum rampung, usulan pencairan antara fisik dan ME dilakukan secara bersamaan. Akhirnya, anggaran ME dicairkan sebesar Rp5,6 miliar dengan total pagu Rp39 miliar, tetapi tidak ada pekerjaan di lapangan alias nol. Harusnya pekerjaan ME jangan dulu dicairkan, karena harus menunggu struktur bangunan. Apalagi sekarang sudah putus kontrak,” ucap Rusihan.

Bahkan, politikus Perindo itu nampak pesimis jika anggaran pembangunan lanjutan RSUD Sofifi didorong dalam APBD. Sebab usulan anggaran tersebut berpotensi tak diakomodir. Pihaknya pun menilai proyek tersebut diduga bermasalah dan harus diaudit terlebih dahulu.

“Dalam waktu dekat, kita turun cek progres di lapangan, setelah itu ke PT SMI untuk mengecek mekanisme pencairan awal hingga akhir putus kontrak itu seperti apa. Untuk kelanjutan anggaran, kita tunggu diaudit dulu, agar supaya kita tahu progres fisik dan keuangannya baru dilanjutkan,” pungkas Rusihan. (ano/tan)

Exit mobile version